Rabu, 29 Juni 2011

KETULUSAN MENGHAMBA

Seseorang berhamba kepada Allah (benar-benar berhamba) dengan sungguh-sungguh. Inilah yang dinamakan matlabul arifin. Kalau seseorang meminta kepada Allah maka yang diminta adalah الصدق في العبودية والقيام بحقوق الربوبية.



( 79 ) مطلب العارفين من الله الصدق في العبودية والقيام بحقوق الربوبية



"Yang diminta orang arif kepada Allah adalah ketulusan dalam menghamba dan pemenuhan hak-hak ketuhanan-Nya"





Seseorang berhamba kepada Allah (benar-benar berhamba) dengan sungguh-sungguh. Inilah yang dinamakan matlabul arifin. Kalau seseorang meminta kepada Allah maka yang diminta adalah الصدق في العبودية والقيام بحقوق الربوبية.



Sekarang bagaimana caranya agar bisa seperti ini?.



Jadi secara umum kita harus merasa terlebih dahulu bahwa kita adalah hamba Allah. Kalau kita tidak mengerti, lalu bagaimana caranya menuruti perintah Allah? Orang itu berbeda-beda dalam beribadah kepada Allah. Pokoknya ibadah adalah yang ada lafadz La Ilaha Illallah. Sekarang yang paling tinggi tingkatannya adalah ibadah kepada Allah murni karena Allah saja, tidak karena selain-Nya. Pahala itu artinya ujroh, seperti akad-akad dalam jual beli. Tapi pahala yang diberikan oleh Allah tidak seperti ini (ujroh dalam akad). Artinya adalah seperti yang telah dijelaskan Allah dalam Al-Qur'an :



وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ (5) [البينة/5]



5. Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.





[1595] Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.





Sedangkan ibadah yang paling rendah adalah ibadah karena selain Allah. Setelah itu ibadah yang lepas dari riya' lalu ibadah yang bersih dari ujub. Adapun ihlas adalah ibadah yang paling atas, tidak ingin hanya dunia saja tapi akhirat juga. Jadi jika seseorang melakukan sholat dan lain-lain karena Allah maka ini dinamakan القيام بحقوق الربوبية. Lalu apakah orang yang sudah tahu seperti ini, tidak perlu lagi meminta surga? Tidak, karena kita harus memperlihatkan bahwa kita itu butuh kepada Allah dan meminta rahmat kepada-Nya.



Amal yang rendah dan sedikit itu tidak apa-apa, namun harus disertai dengan mengharapkan pahala dari Allah. Kita tidak boleh merasa bahwa amal kita itu tidak ada riya'-nya. Kita juga tidak boleh menjelek-jelekkan orang yang tingkatannya sudah tinggi (wali-wali Allah). Memang terkadang amal mereka kelihatan rendah, namun itu adalah dalam segi dhahirnya saja.



Contohnya adalah Bahlul, kerabatnya khalifah Harun Ar-Rasyid. Dia adalah orang yang jadzab kepada Allah. Jadi, tingkatan paling atas adalah tingkatan orang yang sudah merasa bahwa kalau dirinya dimasukkan ke surga maka akan tetap menyembah Allah dan kalau dimasukkan ke dalam neraka juga akan tetap menyembah Allah.

wallahu a'lam bish-shawab.

MINTALAH MENURUT ALLAH

خير ما تطلبه منه ما هو طالبه منك "Sebaik-baik perkara yang kita minta kepada Allah adalah perkara yang diminta Allah kepada kita"

خير ما تطلبه منه ما هو طالبه منك "Sebaik-baik perkara yang kita minta kepada Allah adalah perkara yang diminta Allah kepada kita" Allah meminta kita agar beribadah kepada-Nya maka inilah sesuatu yang harus kita minta agar kita bisa dekat kepada Allah. Oleh karena itu kita harus meminta kepada Allah agar bisa melakukan ibadah kepada-Nya. Allah meminta agar manusia menjalankan syari'at islam, namun ini bukan berarti Allah sangat membutuhkan ibadah kita. Justru kita sendiri lah yang membutuhkannya. Semua perintah maupun larangan pasti ada hikmahnya bagi manusia. Imam Abdus Salam berkata : الشريعة كلها مصالح اما ان تدفع المفاسد او تجلب المصالح "Semua syari'at pasti mengandung kebaikan. Ada kalanya menolak kerusakan dan ada kalanya menarik kemaslahatan (kebaikan)" Dalam surat Al-Anfal Allah telah menjelaskan : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ (24) [الأنفال/24] 24. Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu[605], Ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya[606] dan Sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. [605] Maksudnya: menyeru kamu berperang untuk meninggikan kalimat Allah yang dapat membinasakan musuh serta menghidupkan Islam dan muslimin. juga berarti menyeru kamu kepada iman, petunjuk jihad dan segala yang ada hubungannya dengan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. [606] Maksudnya: Allah-lah yang menguasai hati manusia. Semua yang diperintahkan Allah pasti mengandung maslahah. Hal ini tak lain karena Allah tahu akan keadaaan manusia. Manusia tidak tahu keadaan mereka sendiri baik sekarang maupun yang akan datang. Oleh karena itu dari dulu sampai sekarang para ahli etika tidak ada yang sepakat tentang apa itu perkara yang baik dan apa yang jelek. Ada yang mengatakan bahwa kebaikan adalah adat yang baik dalam suatu masyarakat. Ada juga yang mengatakan bahwa perkara yang baik adalah yang sesuai dengan hati nuraninya. Jadi manusia itu tidak pernah tahu apa yang baik bagi dirinya dan hanya Allah lah yang tahu. Manusia tidak tahu apa-apa. Oleh karena itu Allah menurunkan ayat yang pertamanya dengan bunyi : اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) [العلق/1] 1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Oleh karena itu manusia disuruh untuk membaca Al-Qur'an. Jadi hanya Allah lah yang tahu apa yang baik dan apa yang jelek. Dalam Al-qur'an surat Al-Baqarah ayat 216 disebutkan : ....وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (216) [البقرة/216] 216. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui. Jika kita berdo'a kepada Allah maka kita harus meminta agar kita diatur oleh Allah. Kita harus meminta apa yang baik menurut Allah. Bukan menurut kita karena mungkin saja sesuatu menurut kita adalah baik tapi kenyataannya tidak. Kita juga harus banyak membaca : حسبنا الله ونعم الوكيل Kita juga harus banyak bertawakal kepada Allah karena apa yang dilakukan Allah pasti baik bagi kita. Lalu apakah kita tidak perlu lagi berdo'a karena semua sudah diatur oleh Allah? Ibnu Athaillah bukan mengajak kita agar meninggalkan do'a namun beliau menyuruh agar kita memohon kepada Allah tentang apa yang baik bagi kita. Kita juga tidak boleh meninggalkan ikhtiar dan hanya mengandalkan do'a. Kita harus selalu berusaha dalam bekerja atau beribadah dan setelah itu baru kita bertawakkal. Wallahu A'lam.

BUAH AMAL

Orang yang merasakan hasil amalnya di dunia berarti menandakan diterimanya amal tersebut di akhirat. Pada hikmah sebelumnya sudah dijelaskan bahwa ajru dan jaza' itu berbeda. Di sini juga begitu. Tsamroh berbeda dengan ajru dan jaza'. Tsamroh adalah hasil dari amal yang dikerjakan hamba. Buah dari melakukan ibadah seperti sholat, shodaqoh, dan lain-lain adalah wujudnya hubungan antara hamba dengan Allah swt. Selain itu hati juga terasa tenang dalam melakukan ibadah tersebut. Ketika seorang hamba melakukan sholat, dzikir maka hatinya akan merasa tenang dan tentram. Ini adalah buah (tsamroh) dari amal ibadah kepada Allah swt.



من وجد ثمرة عمله عاجلاً فهو دليل على وجود القبول آجلاً

"siapa yang merasakan buah amalnya di dunia maka itulah bukti bahwa di akhirat amalnya diterima"



Orang yang merasakan hasil amalnya di dunia berarti menandakan diterimanya amal tersebut di akhirat. Pada hikmah sebelumnya sudah dijelaskan bahwa ajru dan jaza' itu berbeda. Di sini juga begitu. Tsamroh berbeda dengan ajru dan jaza'. Tsamroh adalah hasil dari amal yang dikerjakan hamba. Buah dari melakukan ibadah seperti sholat, shodaqoh, dan lain-lain adalah wujudnya hubungan antara hamba dengan Allah swt. Selain itu hati juga terasa tenang dalam melakukan ibadah tersebut. Ketika seorang hamba melakukan sholat, dzikir maka hatinya akan merasa tenang dan tentram. Ini adalah buah (tsamroh) dari amal ibadah kepada Allah swt. Dalam surat Al-Ankabut : 45 telah dijelaskan :



اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ (45) [العنكبوت/45]



45. Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.





Adapun buah amal yang bersifat sosial maka akan terlihat akibatnya seperti keadaan masyarakat yang menjadi baik, lingkungan menjadi aman dan tentram. Dalam surat An- Nahl : 97 disebutkan :



مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (97) [النحل/97]



97. Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik[839] dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.





[839] Ditekankan dalam ayat Ini bahwa laki-laki dan perempuan dalam Islam mendapat pahala yang sama dan bahwa amal saleh harus disertai iman.



Dan dalam surat An-Nur : 55 juga dijelaskan :



وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (55) [النور/55]



55. Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana dia Telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang Telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik.





Jadi buah dari amal yang bersifat sosial yang paling pokok adalah kita akan selalu menang dalam menghadapi musuh-musuh kita. Ini semua menunjukkan bahwa amal kita diterima oleh Allah swt. Ketika seorang hamba sedang kacau maka untuk menenangkannya adalah dengan melakukan dzikir dan sholat. Allah telah berfirman dalam surat Ar-Ra'd : 28 :



أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ (28) [الرعد/28]



28. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tentram.





Kita harus banyak bersyukur kepada Allah walaupun kita hanya menjadi guru madrasah, petani atau orang desa karena yang paling penting adalah hati yang tenang.





Hubungan Tsamroh Dengan Ajru



Misalkan ada orang tua yang memondokkan anaknya agar menjadi orang yang alim. Jika anak tersebut bisa alim maka orang tuanya akan membelikan rumah dan membangunkan pondok pesantren. Kalau anak tersebut sudah menjadi alim maka alim ini disebut dengan tsamroh. Dan dari orang tuanya dia juga mendapatkan ajru (rumah dan pondok). Oleh karena itu kita haruslah senang kepada Allah. Kita diperintah oleh Allah bukanlah untuk kepentingan-Nya tapi untuk kepentingan kita sendiri. Allah tidak membutuhkan amal kita karena Allah adalah dzat yang Maha Kaya. Dalam surat Fathir : 15, Allah telah berfirman :



يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ (15) [فاطر/15]



15. Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah dialah yang Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.





Kita mau melakukan sholat sehingga mampu menahan maksiat maka kebaikannya kembali kepada kita sendiri bukan kepada Allah. Walaupun demikian, tapi Allah masih memberikan pahala kepada kita besok di akhirat. Apa sebabnya manusia dimanjakan oleh Allah? Ini adalah rahmat Allah kepada manusia sebagaimana orang tua yang memberi belas kasih kepada anaknya. Kalau orang tua bisa berbelas kasih maka Allah lebih besar rahmatnya. Jadi kalau seorang hamba mendapatkan buah amal di dunia ini berarti amal tersebut diterima di akhirat. Hamba tersebut tak lain adalah orang-orang yang bertaqwa kepada Allah sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Maidah : 27 :



وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آَدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآَخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ (27) [المائدة/27]



27. Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang Sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia Berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah Hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa".





Adapun orang kafir maka amalnya tidak diterima sebagaimana keterangan dalam surat Al-Furqan : 23 :



وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا (23) [الفرقان/23]



23. Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan[1062], lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.





[1062] yang dimaksud dengan amal mereka disini ialah amal-amal mereka yang baik-baik yang mereka kerjakan di dunia amal-amal itu tak dibalasi oleh Allah Karena mereka tidak beriman.





Untuk itulah Ibnu Atha'illah menjelaskan tanda-tanda diterimanya amal sehingga kita mampu mengetahui amal-amal kita. Ketika shalat maka kita akan merasa senang sekali dalam menjalankannya. Kita tidak tergesa-gesa dan tidak ingin cepat-cepat selesai dalam shalat tersebut. Kita berdzikir kepada Allah maka alamatnya adalah kita semakin merasa takut kepada Allah karena ada muroqobatullah. Orang yang haji maka alamatnya adalah tidak lagi memikirkan dunia karena yang dituju hanyalah Allah. Ketika sa'I, thowaf, wuquf, maka dia tidak ingat orang-orang di sekitar karena hanya Allah lah yang dituju. Orang yang membaca Al-Qur'an maka hatinya akan terasa tentram, senang dan tartil dalam membacanya. Dia juga akan mengangan-angan apa yang dia baca.



Orang islam memang tidak sukses dalam urusan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa amal dan muamalah kita tidak diterima oleh Allah swt. Hal ini tak lain karena muamalah tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan aturan syari'at islam. Ini adalah bukti bahwa muamalah kita tidak diterima oleh Allah swt. Untuk itu kita harus amanah dan berakhlakul karimah dalam setiap muamalah kita. Nabi Muhammad pernah pergi ke pasar lalu ada penjual beras dan nabi memasukkan tangannya ke dalam tumpukan beras penjual tersebut. Ketika itu nabi menemukan rasa basah dalam beras tersebut. Lalu nabi memarahi penjual tersebut dan memintanya agar menaruh beras yang basah di bagian atas agar terlihat oleh para pembeli. Lalu nabi bersabda :



من غشنا فليس منا



"Barang siapa yang menipu kita maka dia bukan kelompok kita"



Jika kita mau berjual beli sesuai dengan syariat islam maka kita pasti akan makmur. Namun jarang sekali sekarang ini orang yang jujur dalam urusan ekonomi. Yang mereka pikirkan hanyalah kekayaan walaupun cara mendapatkannya tidak benar. Untuk itulah kita harus bisa memahami dengan benar apa yang disampaikan oleh Ibnu Atha'illah "Siapa yang merasakan buah amalnya di dunia maka itulah bukti bahwa di akhirat amalnya diterima"


wallahu a'lam bish-shawab.

AKHIRAT ADALAH TEMPAT PEMBALASAN

Allah menjadikan akhirat sebagai tempat untuk membalas amal manusia (bukan di dunia ini) karena dunia itu tidak akan muat untuk pembalasan Allah dan Allah ingin meninggikan derajat hamba yaitu dengan tidak memberi balasan pada dunia yang tidak langgeng.



إنما جعل الدار الآخرة محلاً لجزاء عباده المؤمنين لأن هذه الدار لا تسع ما يريد أن يعطيهم ولأنه أجل أقدارهم عن أن يجازيهم في دار لا بقاء لها



"Allah menjadikan akhirat sebagai tempat untuk membalas para hamba-Nya yang beriman, karena dunia ini tak dapat memuat apa yang hendak Allah berikan kepada mereka dan karena kebaikan mereka terlalu tinggi bila harus dibalas di dunia yang tidak kekal"





Allah menjadikan akhirat sebagai tempat untuk membalas amal manusia (bukan di dunia ini) karena dunia itu tidak akan muat untuk pembalasan Allah dan Allah ingin meninggikan derajat hamba yaitu dengan tidak memberi balasan pada dunia yang tidak langgeng. Pembalasan inilah yang telah diisyaratkan dalam hadits :



5050 - حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَمْرٍو الْأَشْعَثِيُّ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ قَالَ زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا و قَالَ سَعِيدٌ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَعْدَدْتُ لِعِبَادِيَ الصَّالِحِينَ مَا لَا عَيْنٌ رَأَتْ وَلَا أُذُنٌ سَمِعَتْ وَلَا خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ مِصْدَاقُ ذَلِكَ فِي كِتَابِ اللَّهِ



{ فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ }



صحيح مسلم - (ج 13 / ص 449)





Artinya : "Rasulullah saw bersabda : Allah swt telah berkata : saya menyiapkan (bagi hambaku yang sholeh) sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata dan tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terlintas dalam hati manusia"





Ada perbedaan antara ajru dan jaza'. Jaza' adalah pemberian Allah secara umum. Asalkan dia beramal maka akan dibalas baik di dunia atau di akhirat. Kalau ajru adalah upah dalam akad yaitu antara amil dan robbul mal. Semestinya ajru itu tidak ada kalau dinisbatkan pada Allah namun karena sudah berlaku maka banyak digunakan. Allah akan memberikan jaza' (balasan) secara langsung bukan nasi'ah (tempo). Kalau kita mau sholat maka Allah akan menjauhkan kita dari amal jelek sebagaimana telah dijelaskan dalam surat Al-Ankabut : 45 :



اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ (45) [العنكبوت/45]



45. Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.





Kita mau berjual beli dengan cara yang baik maka akan mendapatkan barokah. Jadi jaza' ini diberikan oleh Allah secara langsung tapi kalau ajru akan diberikan oleh Allah besok di akhirat. Dalam surat Al-Imran ayat 185 telah dijelaskan :



كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ (185) [آل عمران/185]



185. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia Telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.





Lalu kenapa ajru harus diberikan besok di akhirat?



Hikmahnya adalah :



1) Karena ajru ini bertentangan dengan sifat dunia (فناء). Adalah suatu hal yang aneh jika wadahnya adalah fana' tapi isinya (nikmat dan ajru) adalah baqa'. Dunia ini adalah daar al taklif (tempatnya beban perintah). Agar terlihat kehambaan kita kepada Allah maka kita diciptakan oleh Allah dalam keadaan terpaksa. Ini menunjukkan bahwa kita adalah hamba Allah. Kita tidak memiliki kekuatan kecuali dari Allah, oleh karena itu kita harus mengarahkan pekerjaan kita pada sesuatu yang diperintahkan oleh Allah (sholat dll). Inilah tugas yang menjadi kewajiban manusia. Kalau sudah tahu kalau kita adalah hamba Alah maka kita akan sadar bahwa Allah itu akan memberi cobaan pada kita. Bagaimana kita menghadapinya? Sabar ataukah tidak. Oleh karena itu kita harus sabar dalam menghadapi cobaan dari Allah tersebut. Dengan demikian semua nikmat Allah pasti ada cobaannya. Seperti dalam hal nikmat makan, kita harus mencari uang untuk membeli makanan tersebut dan untuk mendapatkan uang kita harus bekerja. Inilah sunnatullah yang telah dibebankan pada hambanya. Jadi dunia itu ada enak dan ada susahnya, ada baik dan ada jelek. Karena inilah maka dunia tidak layak untuk menjadi tempat pembalasan. Karena jalan menuju Allah adalah mati dan orang bisa senang jika perkara yang disenangi itu bisa langgeng. Oleh karena itu dunia ini hanyalah sebagai tempat lewat saja. Ada sebuah kaidah yang menyatakan bahwa rumah kita harus lebih baik dari pada jalannya. Jadi kita harus sabar jika hidup di dunia yaitu jalan untuk lewat saja dalam menuju rumah yang baik yaitu akhirat. Kita tidak boleh tertipu dengan kehidupan dunia ini. Dalam surat Al-Imran : 196 telah dijelaskan :

لَا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي الْبِلَادِ (196) [آل عمران/196]



196. Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak[260] di dalam negeri.





[260] Yakni: kelancaran dan kemajuan dalam perdagangan dan perusahaan mereka.





Dan juga dalam surat Al-Hadid



اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ (20) [الحديد/20]



20. Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia Ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning Kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.







Seandainya saja Allah menjadikan dunia ini penuh dengan keenakan maka kita pasti akan melupakan ibadah kepada Allah. Oleh karena itu Allah menjadikan dunia ini ada yang enak dan ada yang tidak enak agar kita ingat dan menjalankan perintah-Nya. Dalam surat Yasiin dijelaskan :



وَمَنْ نُعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِي الْخَلْقِ أَفَلَا يَعْقِلُونَ (68) [يس/68]



68. Dan barangsiapa yang kami panjangkan umurnya niscaya kami kembalikan dia kepada kejadian(nya)[1271]. Maka apakah mereka tidak memikirkan?





[1271] Maksudnya: kembali menjadi lemah dan kurang akal.





Semakin lama manusia pasti akan sadar bahwa dunia ini pasti akan rusak. Manusia akan bosan dengan dunia ini sehingga akhirnya akan menuju akhirat yaitu tempat yang tidak membosankan. Dalam surat Az-Zukhruf dijelaskan :



يُطَافُ عَلَيْهِمْ بِصِحَافٍ مِنْ ذَهَبٍ وَأَكْوَابٍ وَفِيهَا مَا تَشْتَهِيهِ الْأَنْفُسُ وَتَلَذُّ الْأَعْيُنُ وَأَنْتُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (71) [الزخرف/71]



71. Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas, dan piala-piala dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya".
wallahu a'lam bish-shawab.

Antara Do'a dan Thalab

Jangan pernah menuntut Allah hanya karena permohonanmu kepada-Nya tak kunjung diijabah. Koreksilah dirimu terlebih dahulu, sudahkah adab (berdo'a) kau pelihara dengan indah."

"لا تطالب ربك بتأخر مطلبك، ولكن طالب نفسك بتأخر أدبك"
"Jangan pernah menuntut Allah hanya karena permohonanmu kepada-Nya tak kunjung diijabah. Koreksilah dirimu terlebih dahulu, sudahkah adab (berdo'a) kau pelihara dengan indah."
Apabila permohonan kita kepada Allah tak kunjung mendapat jawaban, jangan pernah terburu-buru berputus asa, lantas menyalahkan dan menentang Allah begitu saja. Yang pertama patut di curigai adalah diri kita sendiri.
Terlebih dahulu, telitilah diri sendiri. Cari tahu mengapa do'a kita tak ditanggapi. Boleh jadi kita tidak mengindahkan adab berdo'a, yang termasuk di dalamnya yaitu minta segera dikabulkan hingga berkata-kata, "Ah, untuk apa berdo'a. Aku sudah berkali-kali berdo'a, tapi hasilnya tak sedikitpun nyata!!"
Yang seperti ini bukan di sebut do'a, akan tetapi thalab (menuntut). Karenanya, di sini Syekh Ibnu Atho'illah As-Sakandary menggunakan kata yang beraasal dari kata dasar thalaba pada untaian mutiaranya:
لا تطالب ربك بتأخر مطلبك
Bagi mereka yang cermat, terdapat perbedaan mencolok antara do'a dan thalab (menuntut).
Do'a merupakan hak yang sudah sepatutnya dilakukan seorang hamba sebagai bentuk ibadah dan pengakuan diri atas penghambaannya. Allah berfirman:

وقال ربكم ادعوني أستجب لكم، ان الذين يستكبرون عن عبادتي سيدخلون جهنم داخرين

Dalam ayat di atas, Allah memerintahkan kita untuk berdo'a. kemudian lanjutan ayat tersebut menggunakan kata عن عبادتي dan di tafsiri dengan kata عن دعائي.
Jadi, do'a sudah menjadi salah satu bentuk ibadah itu sendiri. Do'a adalah ibadah, ibadah adalah do'a. keduanya tak bisa di pisahkan.
Dari keterangan ini, kita tahu bahwa do'a bukanlah sekedar batu loncatan. Bukan juga sebuah perantara untuk permintaan kita. Dikabulkan atau tidak, - seperti ibadah pada umumnya - berdo'a tetap merupakan kewajiban atas kita.
Adapun ababila kita menginginkan suatu perkara yang akan tercapai dengan syarat melakukan perkara lain, ini di sebut thalab. Dan yang menjadi syaratnya disebut wasilah (perantara).
Seseorang mempunyai impian menjadi presiden, misalnya. Kemudian, agar dapat terwujud, dia melakukan suatu hal, seperti mendatangi dukun, paranormal, memberi sesaji, dll. Dan salah satunya jalan adalah dengan berdo'a.
Akan tetapi, yang seperti ini belum bisa dikatakan do'a atau ibadah secara murni. Sebab orang tersebut menjadikan do'a sebagai perantara agar impiannya tercapai. Do'a dikatakan ibadah jika memang dilakukan karena ghayah (pengakuan secara totalitas atas kehambaan diri), bukan untuk wasilah.
Sebuah identitas diri tidak membutuhkan persyaratan. Menjadi seorang laki-laki tidak disaratkan harus menjadi penduduk suatu daerah tertentu. Begitu juga hubungan antara do'a dengan kaya dan faqir. Semua sudah menjadi ketetapan Allah. Menjadi kaya tidak disyaratkan harus berdo'a. Sudah sepatutnya kita tidak salah dalam memahami firman Allah di bawah ini: ادعوني أستجب لكم dengan berkata, "Aku mau berdo'a, asalkan diijabahi. Kalau tidak, ya aku enggan berdo'a."
Berdo'alah karena kita memang membutuhkan-Nya. Agaknya kurang sopan menjadikan do'a hanya sebagai perantara untuk maksud kita. Sebab yang akan diijabahi Allah bukanlah thalab, melainkan do'a. Dan do'a yang dikabulkan tetunya do'a yang dihiasi adab.
Termasuk sebuah adab adalah berhusnudzon ketika berdo'a. Allah berfirman dalam hadits qudsynya :

أنا عند ظن عبدي بي

"Aku (Allah) akan menyesuaikan dengan prasangka hamba-Ku."
Namun demikian jangan sampai husnudzon tersebut malah menjadikan do'a kita sebagai wasilah.
Pencinta Allah yang sejati, pasti tak akan mampu meninggalkan berdo'a. Karena mereka benar-benar merasa membutuhkan-Nya. Mereka tak sanggup hidup tanpa Rahman Rahim-Nya. Di samping itu, sebuah kebahagiaan bagi mereka adalah ketika mereka berdo'a mengakui kelemahan serta kekurangan yang dimiliki.
Ada sya'ir yang menarik. Membahas tentang pengakuan penyairnya yang mendapatkan kenikmatan tersendiri di saat dia mampu merendah di depan kekasihnya. Cucuran air mata yang biasanya melambangkan kesedihan, justru ia rasakan sebagai kepuasan tersendiri.

لي لذة فى ذلتي وخضوعي * وأحب بين يديك سفك دموعي

Syi'ir di atas agaknya tidak mengada-ada. Karena memang seperti itulah yang dirasakan si penyair. Ia menuturkan bahasa yang benar-benar mengalir dari lubuk hatinya.
Ini yang terjadi antara makhluk dengan sesama makhluk. Tidak bisa tergambarkan bagaimana jika hal tersebut dialami antara makhluk dengan Sang Khaliq. Tak ada nikmat di atas bermunajat dan menangis di hadapan Allah.
Jika ada seorang mukmin yang berdo'a, Allah tidak akan cepat-cepat mengabulkan permintaannya. Akan tetapi Dia akan menangguhkannya. Sebab Allah "merasa" senang mendengar munajat hamba-Nya tersebut.
Berbeda dengan do'a orang yang durhaka. Allah justru akan mempercepat terkabulnya permintaan mereka. Sebab Allah tidak senang mendengar rintihan mereka.|
Bagi yang faham tentang hal ini dan mampu menjadikan do'anya sebagai bagian dari munajat, maka akan mampu keluar dari lisannya beberapa kalimat munajat di bawah ini:
"Tuhan, janganlah Kau kabulkan dulu permohonanku. Aku takut seandainya Kau kabulkan secepatnya kemudian aku lupa kepada-Mu dan enggan bermunajat lagi kepada-Mu."
Wallahu A'lam.

SIAPAKAH KEKASIH ALLAH?

"Maha suci Dia Yang menyembunyikan keistimewaan hamba-hamba pilihan-Nya di balik sifat manusiawi yang ada pada diri mereka. Dan (sebaliknya) menampakkan eksistensi sifat ketuhanan di balik kehambaan mahluk-Nya."

SIAPAKAH KEKASIH ALLAH?



سبحان من ستر سر الخصوصية بظهور وصف البشرية، وظهر بعظمة الربوبية فى اظهار العبودية



"Maha suci Dia Yang menyembunyikan keistimewaan hamba-hamba pilihan-Nya di balik sifat manusiawi yang ada pada diri mereka. Dan (sebaliknya) menampakkan eksistensi sifat ketuhanan di balik kehambaan mahluk-Nya."

Di dunia ini, beragam mahluk hidup beriringan. Ada yang iman, ada juga yang kufur. Yang beriman pun bertingkat-tingkat. Iman seseorang tidak sama satu sama lain. Begitu seterusnya.

Di antara hamba-hamba Allah, ada yang di pilih-Nya sebagai orang terdekat. Merekalah kelompok yang imannya kuat. Yang ketika sesuatu apapun menimpanya, baik atau buruk, mereka tetap menganggap sebagai nikmat. Kemudian Allah menganugerahi mereka dengan keistimewaan yang tidak dianugerahkan kepada yang lain. Merekalah wali-wali Allah, yang tak ada rasa takut yang berlebih dan tak pula merasa susah.

Begitu tingginya derajat auliya' di sisi-Nya, sampai-sampai Allah memuji mereka di dalam Al-qur'an:

الا ان اولياء الله لا خوف عليهم ولا هم يحزنون

Dalam hadits qudsi dikatakan:

من آذانى وليا فقد آذنته بالحرب

"Barang siapa yang memusuhi seorang wali, maka Aku kabarkan perang atasnya."

Dapat disimpulkan secara sederhana, bahwa memusuhi wali berarti menanti kerusakan pada diri. Jika tidak di dunia, kerusakan itu akan menunggu di alam kedua. Itulah yang akan terjadi jika kita lancang terhadap kekasih-Nya.

Lantas kitapun ingin tahu siapakah yang termasuk wali yang sedang dibicarakan di atas?

Masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa wali pasti mempunyai sifat yang berbeda dengan manusia biasa. Dia bisa terbang, berjalan di air, kebal senjata tajam, dll. Seakan tidak terima jika ada manusia yang juga makan, minum, hidup kekurangan, dikatakan seorang wali. "Apa mungkin wali seperti itu ?"

Dahulu, nabi juga banyak yang tidak mau menirimanya sebagai utusan hanya karena beliau makan, minum, masuk ke pasar, dan melakukan sifat-sifat manusiawi lainnya. Pada akhirnya yang mampu menyadarkan hanyalah firman Allah :

وقالوا ما ل هذا الرسول يأكل الطعام ويمشى فى الأسواق، لو لا أنزل اليه ملك فيكون معه نذيرا

Tetapi tetap saja orang awam belum bisa menerima sepenuhnya.

Oleh karena itulah, Syeikh Ibn 'Atho'illah As-Sakandari berkata:

سبحان من ستر سر الخصوصية بظهور وصف البشرية

Wali memang diberi keistimewaan dan kekhushusiyahan yang tidak dimiliki orang lain. Hanya saja, keistimewaan itu pasti di tutupi Allah. Yaitu dengan memyembunyikan keistimewaan tersebut di balik sifat kemanusiaan orang yang dipilih-Nya (wali-Nya). Tugas wali tersebut akan lebih sempurna justru ketika ia bisa menutupi jati dirinya.

Ada beberapa wali abdal yang bertempat di Syam. Mereka diangkat sedemikian rupa derajatnya bukan semata-mata karena ibadah. Akan tetapi di dadanya terdapat sifat rahmah. Sebab mereka, kita terus diluaskan rizki. Sebab mereka pula, kita terus dirahmati.

به ترزقون وبه ترحمون

***

Satu lagi Hikmah Ilahiyah yang ada pada hamba-Nya yang Sholeh. Yaitu seorang wali diberi pengetahuan tentang hal-hal yang tidak diketahui orang lain.

Di sini kita kenal dengan istilah hal ghaib. Di dalam dunia tasauf, dikenal istilah orang awam dan orang khosh. Dari sisi kuantitas, orang awam jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang telah mencapai derajat khosh. Sebab itulah, yang diwajibkan oleh Syari' - dalam hal ini Allah Subhanahu Wa Ta'ala - untuk dilakukan adalah syari'at. Tidak Thoriqot, bukan pula Hakikat.

Hal-hal yang bersifat ghaib sengaja disamarkan dari pandangan orang awam. Hal ini dimaksudkan agar syari'at dapat berjalan lancar. Tatanan dunia akan hancur apabila pengetahuan tentang hal ghaib diketahui semua orang.

Oleh sebab itulah, auliya' - yang notabenenya mempunyai pengetahuan ghaib - disembunyikan Allah. Tidak hanya disembunyikan, bahkan mereka dibuat Allah memiliki sebuah sikap yang sekiranya kita memandang, justru kita akan menganggap mereka yang sebenarnya wali bukan termasuk wali.

Allah sengaja mengutus para kekasih-Nya untuk bersikap begitu sederhana justru agar dijauhi orang awam. Yang terjadi, mayoritas orang, khususnya zaman sekarang, lebih mencari keramat dan lebih percaya terhadap orang yang mengobral kehebatan-kehebatan di luar nalar yang diakui dimilikinya.

Jadi kalau coba disadari, sikap orang yang suka mencari keramat dan keistimewaan tersebut sangat bertentangan dengan hikmah ilahiyah yang lebih memilih menutupi keistimewaan dari pada mengobralnya. Begitulah Allah menutupi para kekasihnya dari pengetahuan orang. Bahkan ada wali Allah yang dirinya sendiri tidak menyadari bahwa dia adalah wali Allah.

Selanjutnya, sebagai imbangan menyembunyikan kekasih-Nya, Allah menampakkan eksistensi diri-Nya pada setiap ciptaan yang ada. Hal ini dimaksudkan agar yang menjadi tujuan utama dan menjadi tempat kembali dari segala urusan adalah Allah, bukan sesama mahluk.

Kita akan menemukan Allah, pada tiap mahluk. Contoh; Kita bisa tahu Allah Mahakaya karena kita sadar akan kefaqiran kita. Allah Mahakuat, karena kita lemah. Begitu seterusnya.

Dengan kata lain, yang menerjemahkan Allah sebagai Otoritas Tunggal atau Tuhan adalah para mahluk-Nya. Ini secara ringkasnya.

Toh demekian, kita jangan berhenti pada titik kesimpulan ini. Sebab akan menyebabkan kesalahpahaman, bahwa Allah menjadi Tuhan hanya karena ada mahluk-Nya. Kalau mahluk tidak ada, Allah pun tidak lagi menjadi Tuhan yang Mahaperkasa. Kesalah pahaman ini meniscayakan kehadiran mahluk jika ingin Allah dikatakan sebagai Tuhan.

Apa betul seperti itu? Sama sekali tidak!

Ada dan tidak adanya mahluk sedikitpun tidak mempengaruhi sifat Rububiyyahnya Allah. Sifat ketuhanan tersebut sangat erat melekat pada dzat-Nya, tanpa membutuhkan yang lain. Tanpa mahluk, Allah tetap Dzat yang Mahapencipta dan Mahasegalanya.

Kitalah yang membutuhkan Allah. Sebagai fitrah seorang hamba, kita membutuhkan adanya Tuhan. Untuk dapat lebih mengenal-Nya, kita perlu mengumpulkan keterangan-keterangan tentang Allah sebagai Tuhan. Allah pun memberi jalan kepada para hamba untuk lebih mengenal Dirinya. Yakni dengan menyertakan potongan-potongan informasi yang mengatakan kepada makhluk tentang tanda-tanda ketuhanan serta kekuasaan-Nya pada setiap ciptaan.

Allah membuka sifat Rububiyyah-Nya melalui mahluk. Sebuah contoh kecil adalah diri manusia. Begitu lemahnya manusia pada waktu bayi. Tak berdaya, tak mempunyai upaya. San begitu lemahnya, bayi hanya bisa menangis di dalam pinta.

Perkembangan mulai menunjukkan perubahan pada diri. Yang dahulunya merangkak saja tak mampu, saat menginjak remaja kaki semakin kokoh. Jangankan merangkak, berjalanpun sangat mudah. Beranjak dewasa, manusia mulai sempurna menggunakan akal pikirannya.

Proses dari bayi sampai dewasa kemudian mampu berpikir ini seakan terjadi secara otomatis dan terprogram. Tak ada yang tahu bagaimana itu semua berproses. Yang jelas, manusia sama sekali tidak ikut andil di dalamnya. Hanya satu yang mengendalikan. Dia lah Allah Yang Mahakuasa. Inilah yang hendak diungkapkan Imam Ibn 'Atho'illah As-Sakandari melalui mutiara hikmahnya:

وظهر بعظمة الربوبية فى اظهار العبودية

Bila ada yang tidak mengetahui hal ini dan berpandangan bahwa dirinya sendiri yang menciptakan kekuatan tanpa otoritas lain, maka ini dapat disadarkan dengan cara mengajaknya bertafakkur tentang diri dan melihat sifat kehambaan dirinya. Kemudian andai masih enggan untuk mengakui, maka hanya ada satu hal yang akan menyadarkannya. Yaitu maut.

Wallahu A'lam bishshowab.

Karamah Hakiki :Istiqomah

"Mereka yang memiliki takhsis belum tentu mereka memperolehnya melalui takhsis."

"ليس كل من ثبت تخصيصه كمل تخليصه"
"Mereka yang memiliki takhsis belum tentu mereka memperolehnya melalui takhsis."

Takhsis adalah keistimewaan atau keanehan yang diberikan oleh Allah kepada orang tertentu dan tidak biasa ditemukan pada sembarang orang. Hal ini juga kita kenal sebagai keramat. Misalnya; ilmu melipat bumi, mengubah batu menjadi permata, dll.

Sedangkan Takhlis ialah penyucian Allah terhadap seseorang yang dengannya orang tersebut mampu terhindar dari hal-hal yang disenangi hawa nafsu. Pada hikmah ini, Imam Ibnu Atho'illah as-Sakandari memberi pengertian bahwa orang yang memiliki keanehan (takhsis) belum tentu dia termasuk orang diselamatkan Allah.

Keramat boleh saja menjadi pertanda akan kewalian seseorang. Tetapi belum tentu yang memiliki keanehan adalah wali. Keanehan bisa keluar dari seorang wali kalau memang si empunya memiliki hati bersih yang mampu mengendalikan hawa nafsu, dan juga menjaga keistiqomahan menjalankan perintah Allah. Itulah keramat yang hakiki. Suatu ketika Abu Yazid al-Busthami ditanya mengenai orang yang bisa berjalan di atas air. Beliau menjawab, "Ikan jauh lebih hebat darinya." Kemudian ditanya lagi tentang orang yang bisa terbang. "Burung lebih mengherankan darinya," jawab beliau. Yang terakhir beliau ditanya, bagaimana orang yang berjalan dari Makkah, dan pulang hanya dalam waktu sehari. "Iblis bahkan bisa mengelilingi seluruh dunia dalam sekejap". Dari kisah di atas, Abu Yazid bagaikan berkata bahwa karamah (keanehan) yang tanpa dibarengi istiqomah mengendalikan hawa nafsu bukan merupakan patokan seseorang dapat dikatakan wali. Sebaliknya, istiqomah berpegang Al-Qur'an dan Sunnah, kemudian keluar keanehan-keanehan, itu baru bisa diperkirakan dia seorang wali.

قال سيدنا الشيخ الرفاعى: "اجتهد بهداية الخلق الى طريق الحق، ولا ترغب فى الكرامات وخوارق العادات. فان الأولياء يستترون من الكرامات كما تستتير المرأة من الحيض.

Imam ar-Rifai berkata, "Berpeganglah pada hidayah mahluk (yang paling sempurna) yang akan mengantarkan kepada jalan kebenaran. Hindarkan dirimu dari senang akan keramat dan keanehan. Sebab (ketahuilah), para wali Allah justru lebih senang menutupi karamahnya (dari pandangan orang lain), sebagaimana seorang wanita menutup-nutupi haidnya (dari orang lain)".

Hal ini berseberangan dengan angapan masyarakat dewasa ini. Mereka menilai bahwa da'wah harus dibarengi dengan keramat-keramat. Di samping sebagai tanda bukti, tak jarang keramat itu dijadikan sebagai ajang mengunggulkan diri dan menganggap selainnya rendah. Hasilnya, masyarakat lebih senang mencari keramat agar dianggap wali. Bukannya melalui jalan syari'at, namun tidak sedikit yang menempuh jalan sesat. Sebagian dari mereka ada yang memilih nyepi di tengah kuburan. Yang lain melakukan ritual sesaji. Bahkan ada juga yang sampai melakukan kontrak dengan jin dan setan. Karamah merupakan buah dari ketakwaan. Bukan karamah jika ia didapat tanpa syari'ah. Bukan karamah apabila "ditonjolkan" untuk sebuah kata "gagah". wallahua'lam bish-showab.

Keinginan Kita dan Keinginan Tuhan

"Tidak meremehkan ‘wirid' kecuali orang yang sangat bodoh. (Dunia adalah tempatnya wirid dan amal). Adapun ‘warid' tempatnya ada di akhirat. Dunia berakhir, tak ada lagi waktu untuk beramal. Hal pertama yang berhak mendapat perhatian lebih adalah sesuatu yang kekal dan tidak sirna wujudnya (dalam hal ini akhirat). Bandingkan sekarang,manakah yang kita cari? (Dunia yang fana atau akhirat yang wujudnya tak sirna?)."

bahwa yang bisa digolongkan wali Allah bukanlah mereka yang menonjolkan keramat, akan tetapi mereka yang istiqomah dalam beribadah. Ibadah secara umum adalah sesuatu yang diwajibkan atas kita, atau amal baik yang kita wajibkan atas diri kita sendiri.

Misalnya amalan-amalan yang dilakukan di waktu khusus, atau dalam jumlah tertentu. Selanjutnya, amalan seperti ini kita sebut dengan istilah wirid (amalan istiqomah). Dan apabila istiqomah ini kemudian mendatangkan karamah, maka karamah tersebut dikenal dengan istilah warid (khususiyyah pemberian dari Allah kepada hamba-Nya). Wirid berperan sangat penting dalam mengantarkan kita untuk lebih mengenal Allah. Dan tentunya wirid ini dilakukan setelah kita memenuhi kewajiban-kewajiban serta menjauhi larangan. Di antara bentuk dari wirid adalah dzikir. Allah memerintahkan kita untuk memperbanyak dzikir.

Dzikir harus diatur sedemikian rapinya. Ini dilakukan untuk menanggulangi dari ketidak-istiqomahan amal kita. Jangan sampai amal kita menjadi amal yang pernah disabdakan Nabi sebagai amal yang tidak ada kebaikan di dalamnya. Hari ini qiyamullail, besoknya tidak. Sehari puasa, satu minggu tidak melakukan apa-apa. Allah secara tidak langsung mengajari kita ,mengenai wiridan. Misalnya firman Allah berikut ini:

واذكر ربك كثيرا وسبح بالعشي والإبكار

Kalau diteliti, Nabi juga me-manage wirid. Misalnya, Sebaik-baik membaca Al-Qur'an adalah waktu antara Maghrib dan Isya', kemudian tengah malah, dan ba'da Subuh.

Apa yang pernah di lakukan sahabat Umar juga menunjukkan adanya pengaturan wirid. Tak sedikit pula yang dicontohkan oleh tabi'in dan ulama' salaf terdahulu. Mereka semua mengatur waktu hingga tersusunlah beberapa wirid, misalnya, Rotib al-Haddad, dll.

Setelah tahu seperti ini, bila ada orang yang merendahkan serta menejek wiridan dengan berkata, "Wiridan kok diatur-atur segala. Itu bid'ah! Pada zaman Nabi belum ada!!!", maka betapa bodohnya orang itu. Oleh karenanya, imam Ibn Atho'illah melanjutkan rajutan mutiaranya dengan hikmah ke-109 ini dengan:

"لا يستقر الورد إلا جهول، الوارد يوجد فى الدار الآخرة، والورد ينطوى بانطواء هذه الدار. وأولى ما يعتنى به ما لا يخلف وجوده. الورد هو طالبه منك، والوارد أنت تطلبه منه. وأين ما هو طالبه منك مما هو مطلبك منه."

"Tidak meremehkan ‘wirid' kecuali orang yang sangat bodoh. (Dunia adalah tempatnya wirid dan amal). Adapun ‘warid' tempatnya ada di akhirat. Dunia berakhir, tak ada lagi waktu untuk beramal. Hal pertama yang berhak mendapat perhatian lebih adalah sesuatu yang kekal dan tidak sirna wujudnya (dalam hal ini akhirat). Bandingkan sekarang,manakah yang kita cari? (Dunia yang fana atau akhirat yang wujudnya tak sirna?)."

Dunia adalah musim beramal. Bagi yang menyadarinya dan mau memanfaatkan, hendaklah ia beramal sebanyak-banyaknya. Tak lain untuk bekal kehidupan akhirat. Di saat dunia berakhir, tak akan ada lagi waktu untuk beramal. Sebab di kehidupan selanjutnya, musim amal sudah lewat digantikan musim panen. Kesempatan memperbanyak wirid telah usai. Tibalah saat itu pemberian Allah (warid) disuguhkan. Nikmat-nikmat-Nya disempurnakan. Itu semua sebagai buah dari wirid yang dilakukan di kehidupan sebelumnya.

Kemudian, dimanakah kita hidup sekarang ini?
Jika tahu kita hidup di dunia, maka yang harus kita pikirkan adalah wirid, bukannya warid. Karena memang itulah yang diminta Allah. Namun entah mengapa pada umumnya yang dipikirkan orang justru sebaliknya. Masyarakat mencari warid (keistimewaan) di dunia. Anehnya, mereka berharap mendapat warid dengan enggan melaksanakan wirid.

Yang Allah perintahkan adalah wirid, sedangkan yang kita inginkan adalah warid. Lebih penting manakah perintah-Nya atau keinginan kita. Ketahuilah, apa yang kita inginkan tanpa mengikuti jalur yang seharusnya sebetulnya adalah keinginan nafsu.

Mengalahkan nafsu bukanlah hal yang mudah. Karena sebagaimana firman Allah, manusia diciptakan sebagai mahluk yang lemah. Salah satunya jalan mengalahkan nafsu adalah dengan berdo'a meminta tolong kepada kepada Dzat Yang Mahamengendalikan nafsu. Dan meminta agar didekatkan dengan-Nya. Dengan harapan kita dapat diarahkan kepada apa yang diridhoi-Nya. Amin.

PEMBERSIH HATI

" Sholat merupakan pembersih hati dari dosa dan merupakan pembuka pintu keghaiban "

الصلاة طهرة للقلوب من أدناس الذنوب واستفتاح لباب الغيوب

"Sholat merupakan pembersih hati dari dosa dan merupakan pembuka pintu keghaiban "

Sudah menjadi tabi'at manusia bahwa setiap orang yang badannya kotor, berkeringat dan berbau ia pasti merasa tidak nyaman dan berfikir untuk mencari sesuatu untuk memberihkan badannya, ia mungkin sangat membutuhkan air untuk mandi dengan tujuan membersihkan badan dari kotoran tersebut.

Sebagai hamba Allah Subhanahu wa ta'ala yang lemah, setiap hari, setiap jam bahkan setiap detik tentu tidak bisa lepas dan tidak luput dari hina dan kotornya dosa yang mengotori dan meresahkan ketentraman hati. Disadari atau tidak bahwa hati dan ruh setiap muslim yang sudah karatan dikarenakan dosa tersebut sangat membutuhkan pembersih yang bisa menjadikan hati kembali bersih dan bersinar. Namun apakah hal yang bisa membersihkan hati, apakah dengan deterjen atau sabun atau yang lainnya? Syari'at sudah menetapkan bahwa sholat merupakan obat dan pembersih hati dari dosa, maka dari itu Allah Subhanahu wa ta'ala menetapkan kewajiban sholat lima waktu dikarenakan banyaknya dosa yang dilakukan oleh setiap insan setiap hari, Nabi sendiri bersabda :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَفِي حَدِيثِ بَكْرٍ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا

بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالُوا لَا يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالَ فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ

بِهِنَّ الْخَطَايَا

'Dari Abi Hurairoh Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam (dihaditsnya Bakr sesungguhnya ia mendengar Raulullah Shallallahu'alaihi wa sallam) bagaimana pendapat kalian (wahai sahabat) apabila ada sebuah kali di pintu salah satu dari kalian kemudian ia mandi disitu sebanyak lima kali apakah kotorannya masih ada ?, para Sahabat menjawab : tidak ada kotorannya sama sekali, kemudian beliau bersabda : " Demikian juga sholat lima waktu, yang mana Allah Subhanahu wa ta'ala akan menghapus kesalahan-kesalahan dengannya".

Walaupun pada dhohirnya sholat itu adalah salah satu taklif (beban) yang ditujukan kepada hamba-Nya dan ditentukan waktunya sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta'ala :

إن الصلاة كانت على المؤمنين كتابا موقوتا (النساء : 103

"Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman " (an nisa' : 103).

Namun pada hakikatnya, sholat adalah hidangan yang dihidangkan oleh Allah kepada hamba-Nya (untuk hati dan ruh), karena sholat adalah maghfiroh (ampunan) yang berfungsi untuk mensterilkan hati dari pengaruh dosa. Dan dalam hadits Qudsyi disebutkan bahwa Allah Subhanahu wa ta'ala membagi sholat antara hamba dan Robnya menjadi dua bagian.

قَالَ اللَّهُ تَعَالَى قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ} الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ { قَالَ اللَّهُ تَعَالَى حَمِدَنِي عَبْدِيوَإِذَا قَالَ} الرَّحْمَنِ الرَّحِيم{قَالَ اللَّهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي وَإِذَا قَالَ} مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ{ قَالَ مَجَّدَنِي عَبْدِي وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي فَإِذَا قَالَ}إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ{قَالَ هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ}اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِالْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ {قَالَ هَذَلِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ

" Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman ( hadist qudsyi ) : aku membagi sholat antara Aku dan hamba-Ku dua bagian, dan bagi hambaKu berhak atas apa yang ia minta, apabila ia mengucapkan (الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ) Allah Subhanahu wa ta'ala mengatakan : hamba-Ku telah memujiKu dan apabila ia mengucapkan : (الرَّحْمَنِ الرَّحِيم) Allah Subhanahu wa ta'ala mengatakan : hambaKu telah memujiku, apabila ia mengucapkan : (مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ) Allah Subhanahu wa ta'ala mengatakan : hambaKu telah mengagungkanKu dan ia telah memasrahkan urusannya kepadaKu dan apabila ia mengucapkan : (إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ), Allah mengatakan : inilah antara Aku dan hambaKu dan bagi hambaKu berhak atas apa yang ia minta dan apabila mengucapkan : (اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ) Allah mengatakan : inilah antara Aku dan hambaKu dan bagi hambaKu berhak atas apa yang diminta.

Dan diceritakan dari kisah sahabat Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wa sallam bahwa ada seorang laki-laki menghadap kepada Rasul Shallallahu'alaihi wa sallam yang berada didalam Masjid sebelum melaksanakan shola dan ia berkata : Ya Rasul, sesungguhnya saya telah dikenai hukum had (ia mengulang-ngulang kata-kata tersebut kepada Nabi), namun Nabi hanya diam sampai selesainya sholat kemudian laki-laki tersebut kembali lagi dan mengatakan apa yang telah disampaikan tadi, kemudian Rasullah Shallallahu'alaihi wa sallam menjawab : apakah kamu mengerti bahwa ketika kamu keluar dari rumahmu bukankah kamu sudah berwudhu dan membaguskan wadhumu kemudian kamu shalat bersama kita, sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta'ala telah mengampuni dosa atau had yang seharusnya kamu jalani.

Inilah kandungan makna dari setengah hikmah yang di sampaikan oleh Ibnu Athoillah

الصلاة طهرة للقلوب من أدناس الذنوب

Adapun pada setengah hikmah yang disampaikan oleh beliau menerangkan bahwa sholat merupakan pembuka pintu keghaiban dan seorang hamba apabila menjalankan sholat maka hajat seorang hamba akan dikabulkan, adalah seorang hamba bisa melihat sesuatu yang masih samar dengan lantaran sholat istikhoroh misalnya, namun semuanya itu harus didasari dengan taqorrub kepada Allah Subhanahu wa ta'ala dan juga yang harus kita perhatikan adalah 'aib kita bukan sesuatu yang sifatnya masih terhijab (terhalang) dari kita sebagaimana hikmah sebelumnya

"تشوفك إلى ما بطن فيك من الغيوب خير من تشوفك إلى ما حجب عنك من الغيوب"

Sebenarnya yang dibahas dalam hikmah ini bukanlah wujud atau gambar sholat yang berupa gerakan anggota tubuh, bacaan lisan akan sedangkan hatinya masih berpaling dari Allah dan sibuk dengan keinginan-inginanya yang bersifat duniawi, akan tetapi yang dimaksudkan adalah sholatnya hamba Allah yang hatinya dihiasi dengan akhlaq-akhlaq yang bisa mengantarkannya menghadap kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. Inilah yang dimaksud dari kandungan hikmah diatas, dan untuk bisa mengaplikasikannya seorang muslim harus selalu menyiapkannya dengan memperbanyak dzikir dan muroqobah (mendekatkan diri) kepada Allah Subhanahu wa ta'ala serta menjauhi harta yang haram dan syubhat. Wallahu a'lam.

FOKUS PADA IBADAH

" Allah Subhanahu wa ta'ala mengetahui bahwasanya kamu itu mempunyai sifat bosan, makanya Ia menetapkan bermacam-macam ketaatan, dan Ia mengetahui bahwa di dalam diri kalian mempunyai sifat rakus ( dalam berbuat ta'at ) maka Allah melarang kamu untuk menjalankan ketaatan di sebagian waktu supaya perhatianmu itu fokus untuk menegakkan sholat bukannya wujudnya gerakan sholat, karena tidak semua orang yang sholat itu bisa menegakkan sholat".

لما علم الحق منك وجود الملل لوّن لك الطاعات وعلم ما فيك من وجود الشره فحجرها عليك في بعض

الأوقات ليكون همك إقامة الصلاة لا وجود الصلاة فما كل مصل مقيما

" Allah Subhanahu wa ta'ala mengetahui bahwasanya kamu itu mempunyai sifat bosan, makanya Ia menetapkan bermacam-macam ketaatan, dan Ia mengetahui bahwa di dalam diri kalian mempunyai sifat rakus ( dalam berbuat ta'at ) maka Allah melarang kamu untuk menjalankan ketaatan di sebagian waktu supaya perhatianmu itu fokus untuk menegakkan sholat bukannya wujudnya gerakan sholat, karena tidak semua orang yang sholat itu bisa menegakkan sholat".

Dengan hikmah diatas Ibnu Atho'illah menjelaskan kenapa Allah Subhanahu wa ta'ala menetapkan bermacam-macam keta'atan kepada hamba-Nya. Tidak lain dikarenakan seorang hamba Allah pasti mempunyai sifat bosan, dan adanya sifat bosan ini menunjukan bahwa seorang hamba itu sangat lemah (tidak mampu menghadapi situasi dan kondisi). Dengan ditentukanya berbagai macam ketaatan ini menunjukan sifat rohmat Sang Kholiq kepada hamba-Nya.

Menurut ilmu kedokteran, sudah maklum bahwasannya dibutuhkan berbagai macam vitamin untuk menjaga kesehatan tubuh, yang mana vitamin ini dihasilkan dari buah-buahan, sayur-mayur dan lain sebagainya. Begitu juga dengan tubuh kita, ia juga membutuhkan berbagai macam vitamin agar jiwanya selalu sehat yang berupa ibadah seperti wudlu, sholat, wiridan, baca Al Qur'an, puasa, haji ketika musim haji, tafakkur dan lain sebagainya. sungguh ini merupakan nikmat agung yang dicurahkan Allah SWT kepada hamba-Nya.

Ibadah juga mencakup sesuatu yang maslahah (kebaikan) di masyarakat asalkan diniati taqorrub kepada-Nya, semisal mencari nafkah untuk keluarga jika diiringi dengan niat taqorrub maka akan mempunyai nilai ibadah tersendiri. Namun, tidak semua pekerjaan bisa kita masukkan pada ibadah, karena tidak semua ibadah itu mempunyai maslahah. Akan tetapi pekerjaan tersebut harus masyru' (tidak melanggar syari'at), karena tidak mungkin kita menggunakan sesuatu yang melanggar syari'at untuk beribadah kepada-Nya dan yang paling pokok adalah didasari niat taqorrub. Namun perlu diingat bahwa niat taqqorrub ini harus sejalan dengan pekerjaan tersebut, maksudnya niat taqorrub ini harus dibarengkan dengan pekerjaan yang masyru'. Karena tidak mungkin kita meniati taqorrub pada pekerjaan yang tidak masyru', itu bagaikan menyatukan dua hal yang saling bertolak belakang. Peran niat taqorrub di sini itu sangat penting, karena jika suatu pekerjaan tidak diniati taqorrub maka diakhawatirkan pelakunya akan terjerumus menjadi orang-orang yang lalai dari taat kepada Allah Subhanahu wa ta'ala, sebagaimana firman-Nya :

ألهاكم التكاثر (1

" Bermegah-megahan Telah melalaikan kamu* (Al Kautsar :1).

" Maksudnya: Bermegah-megahan dalam soal banyak harta, anak, pengikut, kemuliaan, dan seumpamanya Telah melalaikan kamu dari ketaatan.

Dengan adanya berbagai macam bentuk ibadah, rasa bosan yang terdapat pada diri hamba yang maha lemah akan menghilangkan, Allah Subhanahu wa ta'ala sungguh Maha Rohim kepada hamba-Nya. Perlu diketahui, bahwa Allah Subhanahu wa ta'ala menentukan larangan untuk beribadah pada sebagian waktu seperti halnya ketika pada hari tasyrik dilarang untuk berpuasa, dilarang sholat ketika terbitnya matahari (setelah subuh) dan ketika terbenamnya matahari (Setelah ashar) waktu-waktu yang lain, itu dikarenakan Allah tahu bahwa pada diri hamba terdapat sifat rakus atau keinginan yang sangat untuk selalu menjalankan ibadah.

Larangan untuk beribadah di sebagian waktu yang di tentukan oleh Allah SWT bukannya tanpa maksud. Karena dibalik pelarangan tersebut terkandung hikmah, yakni supaya perhatian atau fokus seorang hamba itu lebih tertuju kepada peningkatan kualitas ibadah yang di lakukannya bukan hanya memburu kuantitas. Sepertihalnya memperhatikan hakikat menegakkan sholat (إقامة الصلاة) bukan hanya pada wujudnya gerakan sholat (وجود الصلاة) . Hendaknya kita semua tidak mempunyai anggapan yang penting sholat atau yang penting puasa atau yang lainnya tanpa di dasari beribadah kepada Allah SWT. Kalau kita tela'ah, orang muslim yang rakus akan beribadah kadang-kadang akan mempunyai rasa bosan. Bahkan karena sifat bosannya itu bisa menyebabkan ia berbalik arah (meninggalkan ibadah). Hal ini sesuai sabda Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam :

" فإن المنبتَّ لا أرضا قطع ولا ظهرا أبقى "

Artinya : Orang yang memberatkan kendaraannya dengan beban yang berat/beratnya perjalanan maka ia tidak akan sampai pada tujuan dan akan kehilangan kendaraannya.

Ini adalah perumpamaan orang yang terlalu memaksakan diri untuk selalu beribadah terus tanpa memandang waktu dan aturan sehingga ketika ia diliputi rasa bosan maka ia akan berbalik arah untuk meninggalkannya dan tidak akan mendapatkan apa yang menjadi tujuannya. Maka dari itu Ibnu 'Athoillah mengiasyaratkan dalam hikmah yang disampaikannya bahwa yang menjadi perhatian seorang hamba Allah Subhanahu wa ta'ala adalah Iqomatus sholat artinya kualitasnya bukan kuantitasnya, disebutkan dalam Al qur'an bahwa tujuan sholat adalah hanya untuk ingat kepada Allah Subhanahu wa ta'ala :

1وأقم الصلاة لذكري (طه :4

Artinya " Dan Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku "(Toha : 14)

وأقيموا الصلاة وآتوا الزكاة وأقرضوا الله قرضا حسنا (المزمل :20

Artinya " Dan Dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik ". (Al Muzzammil :20)

Didalam sholat sunnah muthlak syari'at menuntut untuk bisa sholat dengan khusyu' artinya yang diperhatikan adalah kualitas, sehingga sholat sunnah mutlak dua rokaat dengan khusyu lebih utama dari pada seribu rokaat dengan tanpa khusyu', begitu juga dalam membaca Al Qur'an, Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman :

فاقرؤوا ما تيسر من القرآن (المزمل :20)

Artinya : " Karena itu Bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran " (Al Muzzammil : 20).

Dan ketika dalam sholat sunnah yang ditentukan rokaatnya (kuantitas) seperti Dhuha, Tarawih, Rawatib dan yang lainnya kita dituntut untuk memenuhi khusyu' (kualitas) dan jumlah rokaat yang dianjurkan Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam.

Sebenarnya orang yang sudah masuk ke tingkat mahabbah yang hakiki ia merasa sangat senang ketika ia melakukan sholat, ini di karenakan ia faham bahwa ketika itu ia sedang menghadap dan munajat pada sang Kholik, Nabi bersabda : " وجعلت قرة عيني في الصلاة " (dan dijadikan kesenanganku didalam sholat). Wallahu a'lam.

PERASAAN RINDU UNTUK BISA MELIHAT SANG KHOLIK

"علم أنك لا تصبر عنه فأشهدك ما برز منه إليك"

Artinya : Allah Subhanahu wa ta'ala mengetahui bahwa sesunguhnya kamu sudah tidak sabar untuk melihat-Nya, makanya Ia memperlihatkan kepadamu sesuatu yang bisa menunjukkan kepada-Nya. Hikmah ini merupakan bayan / penjelasan dari hikmah sebelumnya. Seorang hamba yang sudah masuk kemaqom mahabbah, perasaan rindu untuk bisa melihat Sang Kholik selalu meliputinya setiap saat. Dan kalau kita telaah dari hikmah ini dan sebelumnya, ihwal hamba Allah yang diperintah untuk memperhatikan ciptaan-Nya ada dua macam


"علم أنك لا تصبر عنه فأشهدك ما برز منه إليك"

Artinya : Allah Subhanahu wa ta'ala mengetahui bahwa sesunguhnya kamu sudah tidak sabar untuk melihat-Nya, makanya Ia memperlihatkan kepadamu sesuatu yang bisa menunjukkan kepada-Nya.

Hikmah ini merupakan bayan / penjelasan dari hikmah sebelumnya. Seorang hamba yang sudah masuk kemaqom mahabbah, perasaan rindu untuk bisa melihat Sang Kholik selalu meliputinya setiap saat. Dan kalau kita telaah dari hikmah ini dan sebelumnya, ihwal hamba Allah yang diperintah untuk memperhatikan ciptaan-Nya ada dua macam :

1. Orang yang masih jauh dari Allah Subhanahu wa ta'ala dan masih dikuasai oleh nafsunya, tidak ingat akan kebesaran dan keindahan sifat-sifat Allah yang bisa disaksikan lantaran dari memperhatikan makhluk-Nya. Maka, orang ini diperintah Allah Subhanahu wa ta'ala dengan Amrun Taklifi / أمر تكليفي ( dipaksa ) untuk menyaksikan dan memperhatikan ciptaan-ciptaan-Nya yang bisa mengantarkannya mengenal Allah Subhanahu wa ta'ala.

2. Orang yang sudah dimaqom makrifat (Muqorrobin), yang mana ia sudah sangat dilanda rindu untuk melihat Allah Subhanahu wa ta'ala walaupun ia faham bahwa rukyatullah tidak bisa terwujud selama masih di alam yang fana' ini. Maka dengan kesadarannya sendiri ia mengobati kerinduannya dengan menyaksikan kebesaran dan keindahan sifat-sifat-Nya lantaran makhluk yang diciptakan-Nya, hal ini sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh Allah (Amrun Irsyadyأمر إرشاديّ / ).

Hamba Allah Subhanahu wa ta'ala yang rindu untuk bisa melihat Allah Subhanahu wa ta'ala, besok diakherat akan dibukakan hijabnya, sehingga ia mampu menyaksikan Allah Subhanahu wa ta'ala "وجوه يومئذ ناضرة. إلى ربها ناظرة" yang tidak bisa disamakan dengan ketika memandang sesuatu didunia ini. Dan ini sesuai dengan faham Ahlu Sunnah Wal Jama'ah, berbeda dengan fahamnya orang Mu'tazilah yang mengatakan : kalau Allah bisa dilihat berarti Allah Subhanahu wa ta'ala bisa dibatas. Rukyatullah diakherat yang tiada batas dan tidak bisa dibayangkan jangan dibandingakan dengan rukyah yang berada didunia. Dan lafadh لن تراني pada ayat :

قال لن تراني ولكن انظر إلى الجبل فإن استقرّ مكانه فسوف تراني.

tidak bisa di jadikan hujah bahwa lapadz tersebut mempunyai makna "Kamu tidak akan bisa melihat-Ku selama-lamanya", karena arti لن (tidak mampu rukyah kepada Allah) pada ayat tersebut hanya terjadi ketika masih di dunia akan tetapi makna tersebut akan selesai ketika seorang hamba sudah meninggalkan dunia ini.

Dengan hikmah diatas Ibnu 'Athoillah Rahimahullahu ta'ala bermaksud memberikan penjelasan kepada orang yang sudah diderajat dimaqom makrifat. Namun pada hakikatnya, semuanya diperintahkan untuk selalu bertafakkur dan memperhatikan makhluk-Nya, sehingga dengan ini bisa mengantarkannya untuk lebih mengenal dan selalu ingat kepada-Nya. Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman :

إنّ في خلق السموات والأرض واختلاف الليل والنهار والفلك التي تجري في البحر بما ينفع الناس وما أنزل الله من السماء من ماء فأحيا به الأرض بعد موتها وبثّ فيها من كل دابة وتصريف الرياح والسحاب المسخر بين السماء والأرض لآيات لقوم يعقلون.

Artinya : " Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan ". Q.S. Al Baqoroh : 164.

wallahualam

IKHLASH

Sudah maklum bahwa yang menjadi tuntutan bagi hamba Allah Subhanahu wa ta'ala ketika beribadah adalah supaya ia harus mengikhlaskan semua ketaatan yang menjadi perintah Allah Subhanahu wa ta'ala dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu yang lainnya

متى طلبت عوضا على عمل طولبت بوجود الصدق فيه ويكفى المريب وجدان السلامة

Artinya : " Kapan kamu menuntut Imbalan ('Iwadh) atas suatu amal, maka kamu dituntut atas wujudnya kebenaran/keikhlasan amal tersebut, dan cukuplah bagi seorang yang ragu atas (kebenaran/keikhlasan amal) akan wujudnya keselamatan atas dirinya ".

Sudah maklum bahwa yang menjadi tuntutan bagi hamba Allah Subhanahu wa ta'ala ketika beribadah adalah supaya ia harus mengikhlaskan semua ketaatan yang menjadi perintah Allah Subhanahu wa ta'ala dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu yang lainnya, Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman :

وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين .


Artinya : " Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus*.QS. Al-Bayyinah: 5.

*Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan. Banyak orang muslim, bahkan orang yang sering membicarakan tentang Islam dan berdakwah, mereka tidak bisa menemukan hakikat dari makna Ikhlas hanya karena Allah Subhanahu wa ta'ala dalam beribadah. Mereka menggambarkan kalau ibadah sudah lepas dari riya' (amal karena orang lain) itu disebut ikhlas. Padahal sebenarnya kandungan makna ikhlas jauh lebih dalam dari pengertian tersebut, perhatikanlah ayat Al Qur'an yang berbunyi :

فمن كان يرجو لقاء ربه فليعمل عملا صالحا ولا يشرك بعبادة ربه أحدا.

Artinya : " Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". QS.Al Kahfi : 110

Kalimah ( أحدا ) pada ayat tersebut lebih umum dan tidak khusus bagi orang yang berakal tapi mencakup sesuatu selain Allah Subhanahu wa ta'ala, barang siapa yang didalam ibadahnya ia meyekutukan Allah Subhanahu wa ta'ala dengan niat karena ingin harta, pangkat, sehat dan yang lainnya, seperti halnya ketika musholli ( orang yang sholat ) dangan niat supaya badannya sehat dengan gerakan-gerakan sholat atau karena tujuan duniawi, itu semua merupakan penghalang dari pada hakikat ikhlas kepada Dzat yang Maha Suci sesuai dengan dalil diatas yang sangat jelas ( ولا يشرك بعبادة ربه أحدا ) . Jadi, jelaslah bahwa ibadah karena selain Allah tidak bisa dikatakan Ikhlas, tidak ada bedanya antara amal karena duniawi ataupun karena ukhrowi (supaya masuk surga dan selamat dari neraka) sekalipun masih belum dikatakan ikhlas. Maka dari itu sesungguhnya ikhlas itu sangat berat. Mungkin sebagian orang ada yang musykil dengan memandang ayat Allah Subhanahu wa ta'ala :

أدخلوا الجنة بما كنتم تعملون.

Artinya : " Masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan". QS. An Nahl : 32

وجزاهم بما صبروا جنة وحريرا .

Artinya : " Dan dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera". QS. Al Insan : 12

Serta ayat-ayat Al Qur'an lainnya yang menerangkan bahwasannya Allah Subhanahu wa ta'ala menjadikan surga sebagai balasan atas amal-amal sholeh dalam rangka untuk taqorrrub kepada-Nya ketika masih di dunia.

Sebagai jawabannya, sesungguhnya surga dijadikan balasan atas amal-amal sholeh, itu merupakan ketetapan dari satu arah (من طرف واحد) yang tidak lain adalah dari Allah subhanahu wa ta'ala. Adapun hamba-hambaNya yang mukmin, atas dasar ini (من طرف واحد), mereka tidak bisa memastikan sebuah a'qad (yang menuntut imbalan) kepada Allah dan juga karena mereka merupakan hamba yang dimiliki dan dikuasai oleh Allah.

Pada hikmah di atas, Ibnu 'Athoillah menuntut kita agar benar-benar bisa merefreksikan nilai ikhlas di dalam tha'at kepada Allah jikalau kita menginginkan imbalan atau i'wad. Sebenarnya tuntutan ini hanyalah sebagai peringatan bahwasanya ikhlas dalam beramal karena Allah tidak bisa dikumpulkan dengan menuntut imbalan dari-Nya, karena ikhlas itu menuntut adanya amal murni hanya karena Allah saja, dan tidak bisa dikatakan ikhlas apabila disertai dengan niatan minta imbalan dari-Nya.

Jadi, apabila seorang hamba yang ingin taqorrub / mendekatkan diri kepada Allah dengan bentuk suatu keta'atan dan ia menuntut imbalan atas amalnya, maka sesungguhnya ia bukanlah orang yang mukhlis karena Allah, jika ia dikatakan tidak mukhlis maka sangatlah tidak layak ia meminta imbalan atas amalnya. Kalau kita amati lembutnya i'barot yang dipaparkan oleh Ibnu Atho'illah yang mana beliau memakai kalimah "العواض" tidak memakai kalimah "الثواب" atau semisalnya, ini memberikan pemahaman bahwa kalimat "العواض" itu mengandung arti ada harapan meminta imbalan dari orang yang beramal atas amalnya, makna ini sangatlah berbeda dengan makna "الثواب" karena kalimah ini digunakan atas dasar ikrom إكرام / (memuliakan), anugerah dan ihsan dari Allah yang ditujukan kepada hamba-hamba-Nya yang benar-benar tha'at, dari segi ini "الثواب" tidaklah mengandung arti yang terkandung pada kalimat "العواض" (ganti dari sesuatu).

Penyebutan kalimat ats-tsawab, al-ajru dan al-jaza (الثواب, الأجر, الجزاء)merupakan penamaan dari satu arah yaitu dari Allah yang cinta terhadap hamba-hamba-Nya, maka dari itu wajiblah bagi seorang hamba agar tahu bahwasanya ia sama sekali tidak berhaq mendapatkan sesuatu walaupun amalnya sangat setinggi langit, akan tetapi Allah subhanahu wata'ala memberikan anugrah dengan sesuatu yang mengembirakan mereka yang disebut al-ajru, al-jaza' atau ats-tsawab. Jadi orang yang ikhlas, didalam hatinya tidak terlintas sedikitpun mengharapkan suatu imbalan, karena 'iwad tidak bisa mengarahkan sang amil kepada ridho Allah dan orang yang selalu mencari 'iwad maka hakikatnya didalam hati orang tersebut tidak ada nilai ikhlas kepada Allah. Ini memberikan pengertian bahwa penantian seorang hamba akan "الثواب" dari Allah dengan disertai rasa yaqin bahwasanya tsawab tersebut ia dapatkan dari Allah atas dasar anugerah, ihsan, dan ampunan dari Allah atas kesalahan-kesalahannya diiringi dengan selalu menunaikan dengan haq-haqNya itu, semua itu tidaklah merusak nilai kemurnian ikhlas karena Allah subnahu wata'ala, akan tetapi mengharap "الثواب" dan menantinya atas dasar ini termasuk sebagian dari tuntutan ‘ubudiyyah lillahi ta'ala.

Dari sini bisa difahami bahwa menuntut imbalan (العواض) adalah haliyahnya orang yang mempunyai i'tiqod bahwa ia mampu memberikan kemanfa'atan kepada orang lain yang menuntut akan imbalan. Adapun meminta "الثواب" adalah tingkah atau haliyahnya orang yang mengikrarkan dalam hatinya bahwa ia selalu membutuhkan anugerah dan dermanya Allah disetiap waktu. Kemudian Ibnu 'Athoillah memerintahkan bagi orang yang masih belum bisa ikhlas dan selalu meminta imbalan atas amalnya agar ia memohon keselamatan kepada Allah dari siksa yang disebabkan dari syirik yang samar (الشرك الخفيّ) yang menghinggapi hatinya. Dan tidaklah ada seorang hamba dari kalangan orang-orang sholih lebih-lebih dari kalangan orang yang selalu berbuat maksiat ia merasa tenang dan merasa sudah bersih dari kotoran-kotoran syirik khofi, akan tetapi sesungguhnya semakin ia dekat dengan Allah maka ia semakin tambah tahu akan kebesaran Allah dan semakin tambah keyakinannya akan kelancangannya disisi Allah serta ia akan lebih tahu keburukan haliyahnya dihadapan Nya. Mereka itu digambarkan sebagaimana yang termaktub dalam Al-qur'an surat Al-mukminun ayat 60 :

والذين يؤتون ما آتوا وقلوبهم وجلة أنهم إلى ربهم راجعون

Artinya : Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka#. QS. Al Mukminun : 60.

# Maksudnya: Karena tahu bahwa mereka akan kembali kepada Tuhan untuk dihisab, Maka mereka khawatir kalau-kalau pemberian-pemberian (sedekah-sedekah) yang mereka berikan, dan amal ibadah yang mereka kerjakan itu tidak diterima Tuhan.

Kita tahu bahwa makna dari ( ما آتوا ) adalah berbagai macam bentuk ketaatan dan pendekatan kepada Allah, mereka adalah orang-orang yang takut akan tidak diterimanya amal-amal mereka disisi Allah dan ditolakNya dikarenakan cacatnya amal mereka. Merekalah orang -orang yang disifati Allah di dalam firman-Nya:

إن الذين هم من خشية ربهم مشفقون. والذين هم بآيات ربهم يؤمنون. والذين هم بربهم لا يشركون.

Artinya : " Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati Karena takut akan (azab) Tuhan mereka. Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka. Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun). QS. Al Mukminun : 57-59

Coba kita bandingkan antara haliyah kita dengan haliyah mereka, apakah kita sudah sampai pada derajat mereka yang disifati oleh Allah didalam firman-Nya ? apabila kita jawab : ya, maka sungguh sangat hina haliyah kita dibandingkan dengan haliyahnya orang-orang yang maksiat kemudian ia menyesali atas kejelekan amalnya dan takut akan siksa Allah yang bisa jadi penyesalan dan rasa takut itu menjadi penolong atas perbuatan jeleknya. Sesungguhnya seorang hamba yang sudah naik pada level orang-orang sholeh dan shiddiqin tidak akan menemukan pada dirinya keyaqinan akan selamatnya ketaatan atau ibadahnya dan ia tidak akan meminta imbalan (العواض) atas amalnya karena menuntut imbalan menunjukkan tidak adanya nilai ikhlas dan hatinya masih dihinggapi syirik khofi.

Seyogyanya seorang hamba meminta "الثواب" kepada Allah bukan (العواض) atas dasar bahwa ia pada hakikatnya selalu membutuhkan Allah disertai memohon ampunan dan memohon sesuatu yang bisa memperbaiki urusan-urusannya baik di dunia maupun akhirat dan selalu memohon ridho Nya.

KHUSUSIYAH SHOLAT

Sholat merupakan tempat untuk munajat kepada Allah Subhanahu wa ta'ala, tempat penyelesaian masalah, yang didalamnya terhampar luas rahasia-rahasia yang tersimpan dan memancarkan beberapa nur/cahaya, Ia mengetahui kelemahanmu sehingga Ia menyedikitkan bilangan sholat, dan Ia mengetahui kamu sangat butuh anugerah Allah maka Ia memperbanyak isi/kandungan dari pada sholat tersebut ".

الصلاة محل المناجاة ومعدن المصافاة تتسع فيها ميادين الأسرار وتشرق فيها شوارق الأنوار علم وجود الضعف منك فقلل أعدادها وعلم احتياجك إلى فضله وكثر أمدادها

Artinya : " Sholat merupakan tempat untuk munajat kepada Allah Subhanahu wa ta'ala, tempat penyelesaian masalah, yang didalamnya terhampar luas rahasia-rahasia yang tersimpan dan memancarkan beberapa nur/cahaya, Ia mengetahui kelemahanmu sehingga Ia menyedikitkan bilangan sholat, dan Ia mengetahui kamu sangat butuh anugerah Allah maka Ia memperbanyak isi/kandungan dari pada sholat tersebut ".

Hikmah ini mengutarakan beberapa kekhususan-kekhususan sholat yang tersendiri dibanding ibadah lainnya, diantaranya adalah sholat merupakan tempat untuk munajat kepada Allah Subhanahu wa ta'ala, nilai kekhususannya adalah ketika sholat, seorang hamba bisa bermunajat kepada Allah Subhanahu wa ta'ala yang mempunyai arti musyarokah (khitobnya orang yang sholat kepada Allah tidak dari satu arah), artinya ketika ia sedang menghadap kepada Allah dengan tauhid, tahmid dan do'a yang terdapat didalam sholat, Allah juga menghadap kepadanya dengan artian menjawab dan mengabulkan permintaan hamba-Nya maka dari itu munajat lewat sholat mempunyai kekhususan tersendiri.
Kekhususan kedua yang terkandung didalam Sholat adalah sholat merupakan tempat untuk menyelesaikan permasalahan. Artinya seorang hamba ketika menghadap kepada Allah, didalam sholat ia bisa memohon ampunan atas kekhilafan yang telah dilakukan, menyatakan taubat, dan berniat untuk tidak kembali melakukan kesalahan yang telah lewat, kemudian Allah mengijabahinya dan melebur dosa-dosanya. Ini berdasarkan kaidah حقوق الله مبنية على المسامحة" :" ( haq-haq Allah itu berlandaskan atas kemurahan ), berbeda dengan haq-haqnya hamba yang mempunyai kaidah : " حقوق العباد مبنية على المشاحّة " ( haq-haq hamba itu berlandaskan atas pertentangan ).
Adapun kekhususan ketiga bahwsanya sholat itu diserupakan dengan hamparan yang luas yang mana rahasia-rahasia langit dan cahaya-cahaya ilahiyah bisa memenuhi dan meliputi hati orang yang sholat dengan memenuhi adab dhohir maupun bathin. Karena setiap insan ketika berada diluar sholat ia sering disibukkan dengan banyaknya faktor-faktor yang menjadikan ia lupa kepada Allah dan semakin tebalnya hijab antara hamba dan Robbnya. Akan tetapi ketika ia hendak menjalankan sholat kemudian menghadap kiblat, mengucapkan takbir dan mulai bermunajat kepada Allah Subhanahu wa ta'ala lewat bacaan-bacaan sholat, maka Allah akan menghadap kepadanya dengan artian nur/cahaya dan rohmat Allah akan turun dan meliputi hati orang yang sholat dengan khusyu' sehingga bisa mengingatkannya kepada janji yang telah lalu dan telah diikrarkan ketika masih dialam arwah yang mana Allah mengkhitobinya dengan firmannya :

وإذ أخذ ربك من بني ءادم من ظهورهم ذريتهم وأشهدهم على أنفسهم ألست بربّكمصلىقالوا بلى شهدنا ¡ أن تقولوا يوم القيامة إنا كنا عن هذا غافلين (الأعراف : 172)

Artinya : " Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan) " (Al A'rof : 172).

Fitrohnya setiap insan setiap melakukan ibadah itu merasa senang dan nikmat serta rindu kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. Namun orang yang tidak bisa merasakan hal seperti itu berarti ia tidak bisa memahami hakikat dari pada hidup dan tidak ingat akan janjinya pada Allah ketika masih dalam arwah sebagaimana ayat diatas.
Kemudian Ibnu 'Athoillah menerangkan sesuatu yang bisa menunjukan dan menerangkan kasih sayangnya Allah, luasnya anugrah dan rohmat yang diberikan kepada mereka yaitu sesungguhnya Allah senang memuliakan hamba-Nya dengan menyuguhi mereka suatu suguhan (sholat) akan tetapi Allah mengetahui kelemahan hamba-Nya apabila sholat lima puluh kali diwajibkan pada mereka di setiap harinya, maka dari itu Ia hanya membebani mereka dengan seperpuluhnya (1/10) yaitu lima kali dalam setiap harinya. Kemudian ketika Allah mengetahui sangat butuhnya mereka kepada rohmat, ampunan dan anugrah Allah Subhanahu wa ta'ala, maka Allah meringankan beban mereka dengan sholat lima waktu tadi dengan tidak mengurangi pahalanya. Ini adalah kandungan hikmah yang di sampaikan oleh Ibnu 'Athoillah " علم وجود الضعف منك فقلّل أعدادها وعلم احتياجك إلى فضله فكثّر أمدادها"
Kalau kita menengok kembali sejarah, sudah ada tauladan dari kumpulnya para sahabat Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wa sallam yang menjalankan sholat jama'ah sebelum akhir hayatnya beliau Shallallahu'alaihi wa sallam, ketika itu, beliau sedang dalam keadaan sakit, namun sebelum menghadap sang Ilahi beliau menghendaki sesuatu supaya jiwanya tentram, kemudian Allah Subhanahu wa ta'ala memperlihatkan beliau sesuatu yang menyenangkannya (melihat para sahabat sedang jama'ah) sehingga pandangan terakhir ini bisa menyirnakan sakitnya sakarotulmaut. Inilah hikmah Allah Subhanahu wa ta'ala yang menjadikan janji terakhhir yaitu sholat, maka dari itu hendaknya hamba Allah harus memenuhi janji ini, janji yang ditinggalkan oleh Rasullah Shallallahu'alaihi wa sallam sedang ia ridho dengannya. Wallahu a'lam.

HALIAH SANG ZAHID DAN SANG 'ARIF KETIKA DIPUJI

perbedaan antara seorang yang 'arif dan yang zahid secara umum dan khusus, karena setiap orang yang 'arif itu pasti zahid dan tidaklah setiap orang yang zahid itu 'arif

الزهاد اذا مدحوا انقبضوا لشهودهم الثناء من الخلق والعارفون اذا مدحوا انبسطوا لشهودهم ذلك من الملك الحق.

"Az-zuhhad (Orang-orang yang zuhud) ketika dipuji mereka merasa gelisah dan susah karena masih memandang adanya pujian dari makhluq dan al 'arifun (orang-orang yang 'arif) ketika dipuji mereka merasa senang atau gembira karena mereka memandang adanya pujian tersebut dari Dzat yang Maha Merajai dan Maha Benar".

Orang yang 'arif adalah orang yang nilai tauhid, tawakal dan pasrahnya kepada Allah subhanahu wa ta'ala telah sampai kepada derajat yang mana ia sudah tidak mempunyai irodah atau kehendak, namun hanya memandang atas apa yang di kehendaki oleh Allah subhanahu wa ta'ala dan memandang tidak adanya (rusaknya) asbab (sebab-sebab) serta hanya menyaksikan Allah. Sedangkan pengertian orang yang zahid adalah orang yang menjauhkan dirinya dari duniawi.
Dari pengertian ini, ada perbedaan antara seorang yang 'arif dan yang zahid secara umum dan khusus, karena setiap orang yang 'arif itu pasti zahid dan tidaklah setiap orang yang zahid itu 'arif. Jadi, zahid itu masih umum yang mana meliputi orang 'arif dan lainnya. Orang yang arif tidaklah ada kecuali ia orang yang zahid juga.
Az-zuhhad (orang-orang yang zuhud) yang dimaksud dalam hikmah diatas adalah orang yang belum sampai kederajatnya orang yang sudah 'arif. Maka, ketika mereka sedang di puji oleh manusia merasa gelisah dan susah dengan pujian tersebut. Karena mereka masih memandang ada atau munculnya pujian dari makhluq atau manusia. Sebenarnya, orang yang memujinya hanya memandang dhohirnya dan tidak tahu akan hakikat ihwal (keadaan) nya, sehingga mereka (az-zuhhad) merasa gelisah atas pujian tersebut.
Adapun orang yang 'arif ketika di puji oleh manusia ia memandang bahwa pujian itu datangnya dari Allah subhanahu wa ta'ala, karena mereka melihat bahwa asbab (sebab-sebab) sudah sirna dan hanya menyaksikan Allah, sehingga mereka tidak merasa susah. Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan, bukankah ridho atas pujian manusia berpotensi pada kesombongan dan 'ujub ? sebagai jawabannya, sesungguhnya rasa 'ujub dan sombong yang timbul dari pujian manusia itu dikarenakan orang yang dipuji tersebut tidak menyaksikan Allah, ia masih memandang dan memperhatikan dirinya sendiri dan beranggapan bahwa anugrah yang di dapatkan merupakan hasil dari amal sholehnya, berbeda dengan orang yang 'arif, ia sudah tidak lagi menyaksikan dirinya sendiri bahkan lupa akan dirinya dan selain Allah, ia hanya menyaksikan-Nya dan melihat dan ridha atas kehendak Allah subhanahu wa ta'ala. Sesungguhnya rasa senangnya sang 'arif atas pujian yang ditujukan kepadanya merupakan rasa senang terhadap sesuatu yang menunjukan atas ridhonya Allah subhanahu wa ta'ala, dengan tanpa memandang dirinya sendiri dan hal ihwalnya.
Selain itu, orang yang 'arif ketika di puji ia merasa malu karena tidak pantas mendapatkan pujian tersebut dan ia yakin bahwa dirinya masih belum bisa mengaplikasikan substansi 'ubudiyah dan hak-haknya Allah subhanahu wa ta'ala. Sebagai contoh yang bisa diteladani adalah sahabat sepuluh yang di gembirakan dengan surga.

عن عبدالرحمن بن عوف رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال ( أبوبكر في الجنة , وعمر في الجنة , وعثمان في الجنة , وعلي في الجنة , وطلحة في الجنة , والزبير في الجنة , وعبدالرحمن بن عوف في الجنة , وسعد في الجنة , وسعيد في الجنة , وأبوعبيدة بن الجراح في الجنة.

Alangkah bahagianya atas khabar tersebut yang disampaikan oleh orang yang selalu benar perkataannya yaitu Nabi Muhammad shallallahu 'alahi wa sallam. Akan tetapi perasaan senang tersebut tidak menjadikan penghalang bagi mereka atas rasa kekurangan dan kelalaiannya yang masih besar di dalam menjalankan hak-haknya Allah subhanahu wa ta'ala. Dan sesungguhnya pandangan mereka hanya kepada anugrah dan ihsannya Allah, serta yang meliputi hati mereka dibalik rasa senangnya adalah maghfiroh dan kemurahan yang diberikan kepada mereka, yang di sertai rasa malu kepada Allah atas keburukan-keburukan yang di lakukannya.
Adapun hikmah اجهل الناس من ترك يقين ما عنده لظن ما عند الناس ini tertuju kepada orang zahid yang masih memandang adanya pujian yang timbul dari makhluq, yang mana mereka masih bertedensi / yaqin terhadap apa yang diketahui mereka dan menghindari perasaan-perasaan orang yang memujinya. Adapun orang 'arif yang hanya memandang pada kehendak dari kekusaan Allah, ketika dipuji ia merasa senang karena itu merupakan dalil atas ridhonya Allah subhanahu wa ta'ala. Ini berdasarkan sabdanyanya Rasulullah shallallahua 'laihi wa salam.

وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إن الله تعالى إذا أحب عبدا دعا جبريل فقال: إني أحب فلانا فأحبّه، فيحبه جبريل، ثم ينادي في السماء فيقول: إن الله يحب فلانا فأحبّوه، فيحبه أهل السماء، ثم يوضع له القبول في الأرض

Namun perlu di fahami, bahwa hakikat dari pujian seseorang itu datangnya dari Allah, dan pujian tersebut terkadang menjadi fitnah yang bisa menjadikan orang yang dipuji menjadi sombong. Apabila seseorang masih sering ma'siat kepada-Nya dan menyimpang dari jalan-Nya bahkan masih dihinggapi rasa 'ujub, maka perluketahui bahwa pujian yang di arahkan kepadanya merupakan fitnah baginya, yang seharusnya ia waspada sehingga bisa selamat dari kerusakan akibat dari fitnah tersebut. Dan apabila seseorang (berkat taufiq-Nya) sudah tidak lagi memandang adanya daya dan kekuatan dirinya dan yaqin bahwa ia selalu dalam genggaman-Nya dan hukum-hukum-Nya, maka bolehlah ia merasa senang atas pujian yang di tujukan kepadanya disertai dengan rasa yakin bahwa pujian itu merupakan bukti atas cintanya Allah kepada hamba-Nya. Maka, perasaan senang tersebut tidaklah membahayakan baginya karena ia hanya memandang fadhol/anugrah dari Allah subhanahu wa ta'ala, dan pada hakikatnya, yang memuji adalah Allah sendiri, semakin ia di puji ia semakin tenggelam dalam perasaan syukur kepada-Nya. Ketika seorang salik sudah sampai pada derajat ini, maka ia termasuk dari orang-orang yang 'arif dengan tanpa merasa bahwa ia termasuk dari mereka yang 'arif. Wallahu a'lam

WUJUDNYA MAKHLUK TIDAK BISA MENJADI HIJAB

Bagaimana bisa cahaya lampu di malam hari menjadi hijab yang menghalangi untuk bisa tahu PLN? Dan mencegahmu untuk bisa yakin akan wujudnya PLN? Serta bagaimana mungkin buah yang matang di atas pohon menjadi hijab untuk bisa melihat pohonnya.

مَا حَجَبَكَ عَنِ اللهِ وُجُوْدُ مَوْجُوْدٍ مَعَهُ وَلَكِنْ حَجَبَكَ عَنْهُ تَوَهُّمُ مَوْجُوْدٍ مَعَهُ

"Wujudnya sesuatu yang diwujudkan oleh Allah tidaklah bisa menghalangi kamu dariNya, akan tetapi yang bisa menghalangi kamu dariNya adalah pemahaman kamu yang salah bahwa wujudnya selain Allah itu sama kedudukannya dengan wujudnya Allah"

Sudah menjadi ketetapan bahwa tidak ada sesuatu yang wujud yang kedudukannya setara dengan Allah. Alam yang dipenuhi dengan beragam sesuatu yang wujud ini, tidak bisa wujud kecuali jika diwujudkan oleh Sang Kholiq (Allah), bukan wujud dengan sendirinya yang kedudukannya setara dengan wujudnya Allah akan tetapi semua mukawwanat (makhluk) ini adalah dari penciptaannya Allah dan penciptaannya itu terus berlangsung dan tidak terputus, ini merupakan makna dari ayat:

قَيُّوْمُ السَّموات والأَرْضِ وَمَا بينهما

Seandainya dalam sesaat saja terputus, maka makhluk yang wujud ini akan kembali kepada kehancuran, luluh lantah serta ketiadaan yang gelap gulita. Allah berfirman :

ومن آياته أن تقوم السماء والأرض بأمره (الروم : 25)





Artinya : " Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya. QS. Ar Ruum:25

إن الله يمسك السموات والأرض أن تزولا (فاطر : 41)

Artinya : Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap. QS. Fathir:41.

Dari segi ilmu nahwu, kita tahu bahwa fi'il mudhori' (تقوم) dan (يمسك) menunjukkan arti terus menerus (الاستمرار) dengan kandungan makna bahwa wujud tegaknya langit dan bumi beserta tugas-tugas keduanya itu bisa sempurna dengan terus menerusnya pengaturan dan kendali dari Allah atau penegakanNya. Jadi, di alam ini tidak ada sesuatu yang wujud dengan sendirinya tanpa diwujudkan oleh Allah, akan tetapi semua sesuatu yang wujud yang bisa kita lihat dengan mata kepala merupakan ciptaan Allah. Jika sudah jelas bahwa wujudnya sesuatu mukawwanaat atau makhluk itu dari Allah, dan adanya Allah makhluk bisa wujud, tetap, bergerak dan mampu menunaikan tugas-tugas yang ditetapkan oleh Allah. Maka, bagaimana mungkin wujud itu semua bisa menjadi hijab/penghalang bagi kita dari wujudnya Allah? Bagaimana bisa pengaruh sesuatu menjadi hijab untuk melihat sesuatu tersebut? Atau bisa dikatakan, bagaimana bisa suatu dalil atau petunjuk atas sesuatu menjadi hijab untuk melihat sesuatu tersebut? Bagaimana bisa cahaya lampu di malam hari menjadi hijab yang menghalangi untuk bisa tahu PLN? Dan mencegahmu untuk bisa yakin akan wujudnya PLN? Serta bagaimana mungkin buah yang matang di atas pohon menjadi hijab untuk bisa melihat pohonnya. Jadi, makhluk yang bisa kamu lihat di sekitarmu, pada hakikatnya tidak menjadi hijab yang menghalangimu dari Allah dan meyakini wujud-Nya, karena wujudnya makhluq bukan wujud dengan sendirinya, akan tetapi merupakan makhluq yang diciptakan oleh Allah dan itu semua merupakan dalil-dalil yang jelas.Akan tetapi, sudah menjadi kebiasaan manusia, sekiranya ia akan merasa puas dengan penjelasan tadi apabila ia melihat atau memandang makhluq lainnya ia bisa terhijab untuk bisa melihat Allah dan lupa denganNya, apa sebabnya?Sebabnya ialah, prasangkanya yang salah atas pandangan atau pemikiran terhadap makhluq yang difahami bahwa ia wujud dengan sendirinya sesuai dengan apa yang ia lihat dengan mata kepalanya, dan memandang bahwa Allah telah menetapkan keghaibanNya dan tidak bisa dilihat di dunia ini. Dan jika ia melihat sesuatu di sekitarnya, ia tidak melihat kecuali bentuk gambar makhluq itu sendiri. Maka dari itu, masuklah prasangka yang salah kepadanya bahwa yang tampak di hadapannya hanya wujudnya makhluq. Oleh karena itu ia termasuk orang yang mahjub atau terhalang-halangi dengan prasangkanya sendiri. Untuk itu, hendaknya kita selalu bertafakur serta menggunakan ilmu kita agar tidak salah faham atau terjerat oleh prasangka yang salah dan bisa terhindar darinya. Ibnu Arobi berkata:

وجدت وجودا لم أجد ثانياً له # وشاهدت ذاك الحقّ فى كلّ صنعة

وطالب غير الله فى الأرض كلها # كطالب ماء من سراب بقيعة

ِArtinya: "Aku telah menemukan wujud yang hakiki yang tiada duanya # Dan aku menyaksikan Allah yang Maha Benar itu di setiap ciptaan-Nya. Perumpamaan orang yang mencari selain Allah di hamparan bumi ini # Seperti halnya orang yang mencari air di tanah yang luas serta berpohon."


wallahualm

HAKIKAT TEMAN SEJATI

Mayoritas insan di dunia yang fana' ini, mereka saling berkomunikasi dan berhubungan atas hajat individual, dengan artian yang satu membutuhkan yang lain, mereka berhubungan dengan akrab, rasa senang dan saling memuji agar kebutuhan masing-masing terpenuhi, dan apabila salah satu dari mereka menemukan 'aib / cacat dari lainnya, maka bisa jadi persahabatan berbalik arah menjadi permusuhan. Inilah kenyataan/fakta yang terjadi dalam hidup kemasyarakatan dan memang sudah menjadi fitroh yang dititahkan bagi setiap insan. Hubungan antara sesama insan didasarkan atas pemenuhan hajat masing-masing.

ما صحبك إلا من صحبك وهو بعيبك عليم وليس ذلك إلا مولاك الكريم, خير من

تصحب من يطلبك لا لشيئ يعود منك إليه

"Tidak ada sahabat sejati yang ikhlas dalam persahabatan kecuali sahabat yang mau menemani kamu walaupun ia tahu akan aib/kecacatanmu dan mengampuni kamu atas dasar persahabatan yang mana ia tiada lain adalah Allah Subhanahu wa ta'ala. Sebaik-baiknya orang yang kamu temani adalah orang yang meminta bersahabat denganmu bukan karena sesuatu darimu yang bermanfaat kepadanya".

Beliau Ibnu 'Athoillah Rohimahullah berkata : sebaik-baiknya sahabat yang kamu gauli adalah orang yang meminta kamu untuk bersahabat denganmu untuk kemanfaatan dirimu sendiri bukan karena kemanfaatan baginya. Dan semua manusia tidak ada yang mau bersahabat denganmu dengan tanpa ingin mendapatkan kemanfaatan darimu. Hanya Allahlah yang meminta kamu dan melindungimu supaya kamu bahagia karena dekat kepada-Nya dan bisa kembali dengan agungnya nikmat serta kabaikan yang diberikan kepada kamu.

Mayoritas insan di dunia yang fana' ini, mereka saling berkomunikasi dan berhubungan atas hajat individual, dengan artian yang satu membutuhkan yang lain, mereka berhubungan dengan akrab, rasa senang dan saling memuji agar kebutuhan masing-masing terpenuhi, dan apabila salah satu dari mereka menemukan 'aib / cacat dari lainnya, maka bisa jadi persahabatan berbalik arah menjadi permusuhan.Inilah kenyataan/fakta yang terjadi dalam hidup kemasyarakatan / sosial dan memang sudah menjadi fitroh yang dititahkan bagi setiap insan. Hubungan antara sesama insan didasarkan atas pemenuhan hajat masing-masing.

Hajat itu sendiri ada yang berupa materi (Maddiyah) atau (spiritual) Maknawiyah. Kalaupun ada orang yang mau bersahabat dengan yang lainnya dengan tanpa menginginkan faedah atau hajat madiyah atau maknawiyah yang kembali kepadanya dan terus bersahabat walaupun ada kecacatan pada temannya maka ketahuilah bahwa itu hanyalah hayalan semu saja bukan yang sebenarnya. Tidak ada yang bersahabat denganmu dengan tanpa meminta kemanfaaatan darimu kepadanya, ia selalu memberikan kemanfaatan kepadamu, melindungimu dan menasehati terus walaupun kamu berlumuran dengan 'aib kecuali hanya satu saja yaitu Allah Subhanahu wa ta'ala.

Persabatanmu dengan-Nya tidaklah membutuhkan lebih dari dua hal, yaitu : (1) Ma'rifat (kamu mengenal-Nya) (2) Jadikanlah Ia sahabat dengan memperbanyak dzikir kepada-Nya.

Dengan ini persahabatamu akan selalu memberi kemanfatan bagi dirimu sendiri. Kemudian mengenahi persahabatan dua insan yang karena Allah (ridhoNya) tidak bertemu atau berpisah kecuali karena-Nya merupakan cabang atau buah dari pada pertalian hubungan persahabatan yang sempurna dengan Allah.

Kemudian, barang kali ada beberapa kamusykilan atas hikmah ini, diantaranya :

1. Pada ibarot (خير من تصحب من يطلبك لا لشيئ يعود منك إليه) yang menjadi kemusykilan pada ta'bir tersebut adalah bahwa sesungguhnya Allah memerintahkan hambaNya untuk menyembahNya dan tidak menyekutukanNya serta melarang mereka menjalankan perkara yang dilarang, bukankah perintah / larangan yang ditujukan kepada mereka merupakan syarat terjalinnya pertemanan yang diisyarohkan oleh Ibnu ‘Athoillah dan semuanya itu akan kembali kepada Allah ?,

Sebagai jawabannya, perlu diketahui bahwa sesungguhnya berbagai macam hak-hak yang bernilai ibadah kepada Allah, sedikitpun dari itu semua tidak ada suatu kemanfaatan atau faedah yang kembali kepadaNya, akan tetapi justru kembali kepada manusia itu sendiri.

Sesungguhnya tidak ada yang bisa membersihkan manusia dari kehinaan dan kedholiman kecuali hanya Allah, maka ia harus yakin didalam menghambakan diri kepadaNya dan merasa bahwa ia adalah makhluk yang dimiliki olehNya, kemudian terus mengaplikasikan hukum-hukumnya dan tuntutan yang bersifat ibadah. Kalaupun didalam persahabatan antara hamba dan Robnya ada suatu hukum yang mengesankan sang hamba mau tidak mau harus menjalankannya, maka ketahuilah bahwa itu merupakan obat yang tidak ada gantinya untuk mengobati penyakit yang ditimbulkan dari kejelekan ihwal hamba tersebut.

Maka dari itu, semua tuntutan dari Allah pada hakikatnya akan kembali kepada hambaNya.

2. Apakah sifat persahabatan antara dua insan karena Allah (tidak bertemu atau berpisah kecuali hanya karenaNya) sama halnya sifat persahabatan antara insan dengan selain Allah sebagaimana yang dipaparkan oleh Ibnu ‘Athoillah, kalau tidak sama, kenapa beliau mengumumkan ibarot dengan qoulny (وليس ذلك إلا مولاك الكريم) yang memberi pemahaman bahwa persahabatan sejati dengan selainNya adalah suatu kebohongan?

Sebagai jawabannya, sesungguhnya persahabatan antara dua insan yang didasari karena Allah disebabkan karena masing-masing dari keduanya bisa bersahabat denganNya, dengan maksud bahwa ukhuwwah keimananlah yang mengikat persahabatan kedua insan tersebut dan ukhuwwah keimanan tersebut merupakan efek / pengaruh / buah dari mahabbah seorang hamba kepada Allah.

Dari hikmah ini, yang mengisyarohkan agar menjadikan Allah sebagai sahabat sejadi bukan berarti harus 'uzlah, menjauhi manusia dan memutus hubungan saling menolong antar sesama. Namun hikmah ini mempunyai arti bahwa supaya hubungan antar sesama muslim atas dasar ridho Allah, mencari dan menjadikan-Nya sahabat untuk selamanya. Semua itu, berdasarkan firman Allah dalam Al Qur'an al karim yang berbunyi :

ذلك بأن الله مولى الذين آمنوا وأن الكافرين لا مولى لهم.

"Yang demikian itu Karena Sesungguhnya Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman dan Karena Sesungguhnya orang-orang kafir itu tidak mempunyai Pelindung". QS.Muhammad:11

الله وليّ الذين آمنوا يخرجهم من الظلمات إلى النور صلى والذين كفروا أوليآؤهم الطاغوت يخرجونهم من النور إلى الظلمات قلى أولئك أصحاب النار صلى هم فيها خالدون.

" Allah pelindung orang-orang yang beriman; dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya". QS.Al Baqoroh:257



ومن الناس من يتخذ من دون الله أندادا يحبونهم كحب الله صلى والذين ءامنوا أشد

حبا لله قلى ولو يرى الذين ظلموا إذ يرون العذاب أن القوة لله جميعا وأن الله شديد

العذاب.

"Dan di antara manusia ada yang menyembah tandinga-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya pada Allah. dan jika orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika melihat siksaan bahwa kekuatan itu punya Allah semua dan bahwa Allah sangat pedih siksaannya." QS. Al-Baqoroh: 165. wallahualam

SIFAT SANG ‘ARIF BILLAH

Jadi, orang yang arif, disetiap haliyahnya/tingkahnya selalu hidup dengan keadaan dhorurot (merasa kesulitan dan sangat membutuhkan kepada Allah) yang mana perasaaan itu akan terbawa terus disetiap doanya bahkan disetiap ia mengadu kepada-Nya, karena perasaan butuh dan lemahnya tidak bisa lepas darinya baik itu dalam keadaan sengsara ataupun keadaan lapang.

العارف لا يزول إضطراره ولا يكون مع غير الله قراره

"Al ‘arif billah itu tidak akan hilang keadaan dhorurotnya (kesulitan dan selalu butuh kepada Allah), dan akhir dari semua cita-cita atau harapannya selalu bersama Allah tidak yang lain-Nya"

Seorang hamba bisa dikatakan 'arif billah apabila tauhidnya sudah sampai kepada Allah, kepercayaan, tawakkal dan pasrahnya hanya kepada Allah. ini adalah derajat yang mana kehendak seorang yang 'arif sudah sirna didalamnya dan hanya memandang pada kehendak Allah, serta dihadapannya semua sebab-sebab menjadi hilang dibawah kekuasaan-Nya dan hilang juga semua makhluk (selain Allah) dikarenakan ia sedang menyaksikan-Nya.

Orang yang 'arif ini hidupnya tidak diwarnai dengan kelapangan dan kesengsaraan seperti tingkahnya kebanyakan orang yang kadang-kadang mereka disuatu saat merasa lapang dan tidak butuh untuk kembali kepada Allah dan menyibukkan diri dengan beribadah kepadaNya. Dan terkadang mereka dihinggapi rasa gelisah atau sengsara yang bisa membawa mereka kepada perasaan yang sangat butuh kepada Allah.

Sesungguhnya sang 'arif di dalam hidupnya, tidak tahu akan hal ini, ia selalu melihat pada dirinya dalam keadaan dhorurat (kesulitan dan sangat butuh kepada Allah). Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman :

أَمَّن يُجِيْبُ الْمُضْطَرُّ إِذَا دَعَاهُ.

Artinya : Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya.QS.An Naml : 62

Sesungguhnya sebab-sebab kauniyyah (makhluk) hilang dan sirna dihadapan seorang 'arif sehingga semuanya tidak tersisa di hadapannya kecuali hanya Allah Dzat yang membuat sebab, Maha Esa dan berbuat sekehendak-Nya. Jadi, ia tahu bahwa kelapangan dan cobaan itu datangnya dari Allah, dan ia didalam kedua tingkah ini selalu bergerak dengan keyakinan bahwa ia dalam penguasaan dan pengaturan Allah dan selalu tunduk akan kekuasaan-Nya.

Dari segi ini, ia tidak tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari dan ia tidak tahu apa yang akan diperbuat oleh Allah untuknya. Sesungguhnya ia selalu hidup dengan beri'tiqod dengan apa yang difirman oleh Allah :

وَمَآ أَدْرِى مَا يُفْعَلُ بِي وَلا بِكُمْ.

Artinya : " Aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu.QS.Al-Ahqaaf: 9.

Baik itu sesuatu yang berhubungan dengan kematian, kehidupan, rizqi, mata pencaharian, keamanan dan ketenangannya, serta ia menangguhkan semua urusannya kepada Allah.



Ini merupakan arti yang meliputi secara umum pada kalimat "al-fuqara" dalam firman Allah:

يَآ أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَآءُ اِلَى اللهِ صلى وَالله ُهُوَ الْْغَنِيُّ الْحَمِيدُ.



Artinya: "Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji". QS.Fathir : 15



Dan kalimah ini mempunyai perbandingan dengan kalimat yang mempunyai makna yang meliputi secara umum pada kalimat "al-ghina'" dalam firmanNya:



.والله هو الغني الحميد



Jadi, orang yang 'arif tidak akan merasa aman dari rekayasa-Nya dalam setiap detik hidupnya. Sesungguhnya ia takut akan keluar dari jalan-Nya setelah ia mendapatkan nikmat berupa kepatuhan kepada-Nya dan takut akan cobaan dari Allah yang berupa ketidak tahuan terhadap sesuatu yang bisa mendekatkan diri kepada-Nya setelah ia diberi nur / cahaya yang mana ia bisa melihat dengan nur tersebut, dan juga ia takut akan dicoba dengan hati yang keras yang menyebabkan ia tidak bisa menerima anugerah ilahiyyah / ruhaniyyah.

Barangkali ia selalu ingat dengan perasaan takut akan firman Allah :



وَاعْلَمُوآ اَنَّ الله َيَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَاَنَّهُ ÿاِلَيْهِ تُحْشَرُوْنَ.



Artinya : " Ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya, dan Sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan".QS. Al Anfal : 24

Orang yang 'arif tidak bisa merasa aman dan tenang memandang bahwa air hujan yang turun dari langit bisa saja berubah menjadi kerikil, sumber-sumber air bumi berubah menjadi gunung-gunung berapi dan ketetapan gunung-gunung berapi tersebut menjadi goncang ganjing serta bisa jadi tenggelam. Itu semua bisa terjadi dalam sekejap saja atas perintah Allah jikalau Allah memerintahkan : كن.

Dan juga, barang kali ia takut akan terjadinya semua itu yang disebabkan dari satu dosa yang diperbuatnya atau karena suatu sebab yang menjadikan kurang beradabnya disisi Allah. ini semua dengan tanpa memandang bahwa sesungguhnya ia sangat faqir dalam kayanya, sangat lemah didalam kuatannya dan ia tahu bahwasanya ia tidak memiliki sedikitpun dari semua itu.

Jadi, orang yang arif, disetiap haliyahnya/tingkahnya selalu hidup dengan keadaan dhorurot (merasa kesulitan dan sangat membutuhkan kepada Allah) yang mana perasaaan itu akan terbawa terus disetiap doanya bahkan disetiap ia mengadu kepada-Nya, karena perasaan butuh dan lemahnya tidak bisa lepas darinya baik itu dalam keadaan sengsara ataupun keadaan lapang.

Akan tetapi kegelisahan itu tidak menjadikannya berpaling kepada perasaan takut dari ujian seperi halnya fakir setelah kaya dan sakit setelah sehat dan juga tidak menjadikan ia berpaling untuk memohon sehat apabila ia sakit atau kaya apabila ia fakir, memang orang yang arif adalah orang yang hilang kehendaknya serta hanya pasrah terhadap apa yang dikehendaki oleh Allah akan tetapi perasaannya selalu takut akan keluarnya dari jalan ketaataan kepada Allah menuju kepada sesuatu yang dimurkai oleh Allah atau sesuatu yang mengesankan kurang sopan dan beradab disisi-Nya atau takut akan dibukanya tutup-tutup kesalahan dirinya yang menyebab-kan manusia yang lain tahu akan ‘aibnya.

Maka, dengan alasan ini (bukan karena memperolah kedunia-wian) ia selalu merasa khawatir dan selalu kembali kepada Allah dan menyibukan diri dengan ‘Ibadah kepada-Nya. maka dari arah ini, tidak akan sirna keadaan dlorurot (merasa kesulitan) dan perasaan selalu butuh kepada Allah.Bagaimana perasaan itu bisa muncul sedang disetiap tingkahnya ia selalu mengulang-ulang didalam hati dan lisannya akan firman Allah :



وَخَافُونِ اِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

Artinya : " Karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaku, jika kamu benar-benar orang yang beriman. QS.Al-Imron :175



Barangkali ia memandang bahwasanya Allah tidak berfirman :

(وخافون إن كنتم عاصين) akan tetapi Allah berfirman (وخافون إن كنتم مؤمنين.), maka setiap orang mukmin seharusnya takut kepada Allah dalam setiap keadaan apapun.

Dan perasaan takut ini adalah dari ketidak tahuan akan akibat akhirnya, tidak ada perhatian pada lembutnya nilai adab di sisi Allah dan juga dari sikap bersandarnya orang yang taat atas ketaatannya, orang yang beribadah atas ibadahnya, orang yang berjihad atas jihadnya dan sikap orang yang alim atas ilmunya, maka taat dari itu taat dan amalnya akan berubah menjadi hijab yang menjadi penghalang dari maghfiroh dan ampunan Allah. Sehingga menjadi sebab kehancurannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :



لا يدخل أحدكم الجنة عمله



"amal salah satu diantara kalian tidaklah bisa memasukkan kesurga"



Ini semua adalah sesuatu yang bisa menjurumuskan orang yang sedang beribadah dan orang yang menuju Allah, dan itu semua juga merupakan perkara penting yang bisa membangkitkan rasa khouf dan idhtiror ( merasa kesulitan dan selalu butuh kepada Allah ) didalam qolbunya sang ‘arif billah, karena itu kebanyakan ihwalnya mereka adalah selalu tunduk kepada Allah, selalu menangis karena takut kepada-Nya dan selalu memohon/berdoa kepadaNya agar mereka dikukuhkan imannya dan supaya tidak dibuka kejelekannya serta supaya Ia tidak memasrahkan mereka kepada diri mereka sendiri.

Banyak ulama yang meriwayatkan bahwasannya Syeikh Abdul Qodir Al Jailany pada suatu saat ia berada di Multzam ia memohon kepada Allah seraya berkata :

اللهم إن كان في قضائك أن لا تستر قبائحي عن الناس يوم القيامة فاحشرني أعمى,

كي لا أفتضح بين الخلائق الذين يحسنون الظن بي اليوم



Artinya : "Ya Allah....! apabila didalam qodho-Mu bahwa besok di hari kiamat Engkau akan membuka kejelekan-kejelekanku dihadapan manusia, maka giringlah aku dalam keadaan buta supaya kejelekanku tidak terlihat dihadapan mereka yang mana hari ini mereka sedang berprasangka baik padaku".



Adapun sifat sang ‘arif billah yang kedua, dipaparkan oleh Ibnu ‘Athoillah dengan ibarot :



ولا يكون مع غير الله قراره

Sesungguhnya termasuk dari beberapa sifat orang yang ‘arif adalah semua sebab sirna dihadapannya, karena ia selalu memandang kepada Dzat yang membuat sebab dan semua kauniyyah (makhluk) menjadi hilang darinya karena ia selalu menyaksikan Allah, dihadapannya tidak ada orang yang membuat tenang dan merasa nikmat dengannya serta bisa diharapkan dan ditakuti kecuali hanya الله subhanahu wa ta'ala.

Maka dari itu tujuan akhir dari semua cita-cita tidak lain adalah bersama Allah, karena yang dimaksud dengan kalimah : Al Qororالقرار / disini adalah harapan/cita-cita akhir dibalik semua lantaran atau sebab dan yang manjadi tumpuan akhir didalam kehidupan orang-orang yang ‘arif billah hanyalah satu yaitu Allah.

Apabila kamu bertanya kepada orang yang ‘arif : apa yang kamu inginkan dari hidup ini ? ia akan menjawab : saya menginginkan apa yang diinginkan oleh Allah, Apabila kamu bertanya kepadanya : apa yang menjadikan kamu semangat dan gembira ? ia akan menjawab : ridhonya Allah, Apabila kamu bertanya kepadanya : kenikmatan apa yang bisa kamu lihat di yaumil qiyamah ? ia akan menjawab : melihat Allah, Apabila kamu bertanya kepadanya : apa yang membuat kamu takut ? ia akan menjawab : murka Allah. Apabila kamu bertanya kepadanya : siapa kekasih yang mampu menguasai hatimu ? ia menjawab : kekasihku adalah Allah.

Inilah kandungan dari pada makna kalimah Al Qoror القرار / bagi orang yang ‘arif billah.

Mungkin kita bertanya : apa tujuan membicarakan derajat tinggi yang disandang oleh Robbaniyyun (ahli ketuhanan) padahal kita tahu bahwa pada diri kita sangat lemah dan sulit untuk bisa meniru jejak mereka ?

Sebagai jawabannya, bahwa sesunguhnya jalan yang mampu mengantarkan kejalan mereka (Robbaniyyun) selalu terbuka dihadapan kita semua walaupun jauh dan lama masanya. Kemudian seorang muslim tidak akan merasa prihatin akan kelancangannya dalam maksiat kepada Allah kecuali dengan menyimak ihwalnya orang-orang soleh dan besarnya perjuangan mereka didalam mencari ridho Allah, dan dengan ini akan menyebabkan timbulnya rasa mahabbah kepada mereka dan dengan rasa mahabbah ini akan membawa kita agar bisa mengikuti mereka walaupun kita tidak termasuk kedalam golongan mereka. Cinta kepada orang-orang soleh merupakan jalan yang dekat untuk mengantarkan kita kepada ridho-Nya.


wallahualam